Sabtu, 26 September 2015

“PENCAK SEBAGAI SUMBER DAN SAUDARA KANDUNG TARI” Oleh : Prof. Dr. Edi Sedyawati

Prof. dr. Edi Sedyawati


Minggu, 27 September 2015 - Dalam kebudayaan-kebudayaan daerah tertentu di Indonesia, pengertian tari seperti tak dapat dipisahkan dari pencak, karena keduanya lahir dari satu lingkungan penggiat.  Sekurang-kurangnya ada empat kebudayaan daerah yang memperlihatkan gejala ini, yaitu Minangkabau, Sunda, Melayu dan Batak.


Dalam kebudayaan Minangkabau, kegiatan pencak maupun tari dilakukan oleh suatu kelompok warga komuniti yang disebut orang mudo.  Mereka ini terdiri dari kaum lelaki yang bukan ninik mamak.  Mereka merupakan nerupakan suatu golongan masyarakat tersendiri.  Kegiatan pencak maupun tari dan juga bentuk-bentuk kesenian lain, mereka lakukan di sasaran, yaitu suatu tempat terbuka yang tanahnya sudah diratakan.  Setiap desa, atau di Minang disebut nagari, mempunyai sebuah sasara.  Baik sasarannya maupun isi perbendaharaan pencak-silat dan keseniannya adalah hak milik nagari yang bersangkutan.  Dengan kata lain, perbendaharaan tersebut merupakan atribut nagari.  Dengan demikian, bertolak dari struktur kebudayaan ini sebenarnya tak mungkin disebutkan manakah gaya tari atau gaya pencak Minang itu secara umum.  Yang jelas dapat dilihat adalah gaya dari nagari-nagari.  Namun struktur budaya dasar tersebut tidak melintasi perkembangan masyarakat masa kini, sehingga citra mengenai uniknya perbendaharaan nagari-nagari ini di sana- sini telah mengabur.  Pelembagaan festival-festival, sekolah-sekolah dan berbagai keperluan nasional lain telah merentang jaring antara nagari-nagari tersebut.  beberapa nagari mempunyai suatu kekuatan tertentu dalam mewujudkan dan mengembangkan repertoire khasnya, sehingga miliknya tersebut sering ‘diangkat’menjadi milik Minang pada umumnya.  Proses pembentukan citra Minang yang umum ini dipercepat oleh hadirnya Akademi Seni Karawitan Indonesia dan Sekolah Menengah Karawitan Indonesia di Padang Panjang yang berfungsi sebagai katalisator.
Dalam distem budaya Minang semula tidak dikenal penampilan wanita di dalam tari.  Dengan kata lain wanita tak dibenarkan tampil di depan umum.  Hanya dalam sastra Minang sering diberikan deskripsi mengenai gadis ideal, yang kalau berjalan pado pai suruik nan labih ( = daripada maju, mundurnya yang lebih ) dengan kwalitas langkah yang dilukiskan sebagai samuik tapijak indak mati, alu rataruang patah tigo ( = semut terpijak tidak mati, alu teratung patah tiga ).  Jadi gerak-gerik wanita ideal ini adalah lemah lembuttampaknya, tetapi besar kekuatannya.  Dalam kenyataan, repertore tari di nagari-nagari tidak ada yang sifatnya lemah gemulai dan melenggang lenggok, melainkan kebanyakan bersifat keras dan cekatan.  Yang dapat dilihat sebagai kekecualian adalah jenis tari Saputangan di daerah pasisir (daerah pantai) yang memperlihatkan pengaruh Portugis/Spanyol pada ritme musiknya.  Sifat jantan tarian Minang itu mungkin disebabkan, pertama oleh karena semua ditarikan oleh laki-laki (juga peran-peran wanita dalam teater Minang yang bernama randai) dan kedua oleh karena tari yang menjadi milik nagari-nagari itu lahir bersama pencak dari satu kandungan.
Informasi dari daerah Paninan misalnya, menyatakan bahwa tari, pencak dan silattak dapat dipisahkan satu sama lain, karena memiliki perbendaharaan gerak yang sama.  Yang membedakan ketiganya hanyalah penggunaannya.  Silat adalah jika gerak-gerak itu digunakan dalam pertarungan dan bela diri sesungguhnya; pencak adalah jika gerak-gerak itu digunakan dalam berlatih kelenturan, kecepatan, kekuatan dan lain-lain agar siap untuk digunakan bersilat; sedang tari adalah jika gerak-gerak itu digunakan untuk mendapatkan kenikmatan dan keindahan bentuknya, disertai tingkahan ritme oleh gendang.  Jadi kita lihat pula di sini, bahwa kecuali tari tak dapat dipisahkan dari pencak, ia juga tak dapat dipisahkan dari gendang.
Beberapa nama tarian milik nagari-nagari yang dapat disebutkan adalah misalnya Alang Suntiang dari Padang Laweh, Adok dari Santiang Bakar, Alau-ambek dari Sungai Sarik, Bénten dari Painan, serta jenis-jenis perbendaharaan seperti Séwah, tari Perang, tari Tangan, tari Kain, tari-tarian yang bertema Elang, tari Gelombang dan lain-lain yang terdapat dalam berbagai wujud di berbagai nagari.  Semua tari-tarian asal nagari ini berdaar pencak.  Jenis tari yang lemah gemulai, khususnya tarian wanita seperti misalnya tari Pyung dan versi gemulai dari tari Lilin, masih harus diteliti asal usulnya.  Petunjuk-petunjuk tertentu mengisyaratkan bahwa tari-tari Minang yang gemulai ini lahirnya di kota-kota khususnya di lembaga-lembaga non-adat seperti sekolah-sekolah perkumpulan-perkumpulan kesenian.  Seorang tokoh pembaharu tari Minang, yaitu Huriyah Adam almarhu, ingin mengembalikan citra tari Minang ke dasar-dasar pencak.  Ia kembali berpaling ke nagari-nagari untuk mencari sumbernya.
Di atas telah disebutkan bahwa perbendaharaan dasar dari tari, pencak dan silat di Minang adalah sama.  Yang tetap itu adalah aspek bentuk daripadanya, sedang aspek dinamik atau kwalitas gerak pada umumnya mengalami perubahan jika terjadi modulasi antara ketiga modus tersebut.  sebuah geraka pada pencak bisa menjadi keras, tajam dan cepat apabila digunakan dalam silat dan sebaliknya bisa menjadi melemah dan penentuan arahnya tidak terlalu tajam apabila digunakan dalam tari.
Hubungan yang erat diperlihatkan pula oleh tari dan pencak dalam kebudayaan Sunda, meskipun tampak juga bahwa kedua jenis kegiatan itu menbentuk dua lingkaran yang terpisah.  Dalam lingkaran pencak terdapat penyajian gendang pencak yang dalam hal ini merupakan demonstrasi gerak-gerak pencak dengan iringan gendang.  Bedanyanya dengan keadaan Minang adalah bahwa di sini tak terdapat modulasi kwalitas gerak; jadi yang disajikan dalam gendang pencak ini adalah sepenuhnya gerak-gerak pencak dan para penghayatnya memang tak pernah menyebutnya tari.
Gerak-gerak pencak seperti yang ditampilkan dalam gendang pencak itu sering pula sering pula disajikan dalam kombinasi dengan suatu penyajian kesenian, misalnya berbagai jenis penyajian teater, atau tari seperti Ketuk Tilu.  Dalam penampilan yang dipadukan dengan kesenian ini biasanya gerak-gerak pencaknya menjadi sedikit melunak.  Dalam pertunjukan-pertunjukan rakyat di Pasunfan, apabila tampil seorang pelaku pria menari, boleh dipastikan bahwa gerak pencaklah yang dipakainya sebagai dasar.  Adapun penari wanita memperlihatkan gaya gerak yang berbeda: hampir tak pernah mengambil sikap tubuh sléwah (Jawa = menghadapkan torso dan tungkai ke arah yang berlawanan), yaitu sikap yang justru menandai daar gerak pencak.
Adapun dalam tari-tarian Sunda urban, berawal dari ibing keurseus yang dibentuk atas dasar topeng Cirebon yangural itu, kesamaan sifat dengan gerak-gerak pencak sudah hampir tak terlihat lagi.  Ciri bentuk yang memperlihatkan kedekatan dengan gerak pencak adalah sikap-sikap lengan dengan menyilangkan pergelangan tangan di depan dada.  Kenyataan ini menyajikan tanda tanya tersendiri: adakah ciri tersebut merupakan sisa-sisa asal kepencakan dari tari Sunda urban tersebut, ataukah itu merupakan hasil saling pengaruh antara dua sumber oleh gerak, yaitu pencak di satu pihak dan gaya tari di pihak lain.
Dalam tari Melayu, gaya gerak pencak dipakai untuk penari pria.  Namun dalam hal ini gaya pencak ini tidaklah menandai keseluruhan tari pria, melainkan hanya digunakan sebagai penyeling saja.  geraknya tidak berkwalitas keras dan tajam-arah, melainkan halus dan berarah bebas.
Dalam kesenian Batak dikenal tortor dihat artinya tari pencak.   Dihat  sebagai kegiatan tersendiri yang lepas dari kesenian, rupanya sudah lama tak hidup lagi di tanah Batak.
Gaya gerak pencak yang bercirikan sikap dasar sléwah itu dalam banyak tarian Batak dari berbagai daerah menandai tari prianya.  Hanya saja tidak dalam semua tarian penari pria bergaya pencak.  Dalam hal tari-tari upacara adat, misalnya ketika menari bersama kelompok hula-hula dan boru,*) maupun dalam jenis tari muda-mudi, baik tari wanita maupun prianya sama sekali tidak menunjukkan  ciri-ciri gerak pencak.  Bahkan sebaliknya, sikap tubuh sangat frontal, dengan torso dengan kedua tungkaiyang keseluruhannya membentuk kesatuan sikap yang hampir dapat dikatakan kaku, sedang lengan dan tangan bergerak minimal dalam arah-arah simetris.  Gaya gerak pencak hanya diperlihatkan oleh penari-penari pria pada beberapa tarian tertentu.  Yang paling jelas adalah pada tortor dihat tersebut di atas.  Dalam cara ungkapan yang lebih lunak ini diperlihatkan juga oleh tarian burung enggang dalam tari huda-huda dari Simalungun.  Dalam tari para datu (medium yang dulu berfungsi sebagai kepala adat), apakah itu pada waktu menari dengan tunggal penaluan ( = tongkat keramat yang melambangkan kosmos) ataukah sedang menggoreskan rajah di atas tanah, sering disertai gerak-gerak keras dalam sikap-sikap pencak.  Tarian para datu ini pada umumnya (dulu) tidak terikat oleh koreografi tertentu, melainkan bersifat dadakan, atau dengan kata lain mengikuti petunjuk dari alam gaib.  Maka patut dipertanyakan, apa sebab sikap pencak sering muncul pada tarian datu?  Apakah dihat merupakan perlengkapan wajib dari seorang datu?  Ataukah dihat pernah sangat populer dalam masyarakat Batak pada umumnya, sehingga kesan kinestetisnya masuk secara tak disadari ke dalam setiap diri setiap warga suku Batak yang memilikinya, sedemikian dalam masuknya sehingga ia bisa muncul sewaktu seseorang berada di luar kesadarannya?
Mungkin masih ada daerah-daerah lain di Indonesia yang memperlihatkan hubungan erat antara pencak dan tari seperti halnya pada keempat daerah terebut di atas.  Pada umumnya sikap-sikap kepencakan itu hanya menandai tari pria saja.  kekecualiannya adalah pada tari Minang.  Di sini peran wanita pun, misalnya Puti Bungsu dalam Tari Adok, ditarikan dengan gaya pencak.
Pada beberapa daerah tertentu di Indonesia, tari-tari pria menunjukkan kaitan yang amat erat dengan konsep perang.  Tari-tari kelompok pria dari Nias, Maluku, Irian, dan Nusa Tenggara memperlihatkan ini.  Gerak-gerak menyerang, mengelak dan mengintai ada dalam tari-tarian tersebut, meskipun dalam gaya yang amat berbeda dengan yang ditampilkan oleh ‘lingkungan’ pencak.  Maka di sini menjadi menarik untuk melihat adanyadua ‘kebudayaan perang’ ini.  Dapatkah suatu taksonomi (taxonomy) disusun mengenai tari-tarian Indonesia dan dari situ menyumbangkan sesuatu untuk pengelompokan budaya Nusantara?
Untuk sementara cukuplah dikenali kenyataan ini: bahwa dalam kebanyakan taridaerah di Indonesia, tari pria tumbuh dari atau sejajar dengan ide berkelahi atau berjuang.  Inilah mungkin yang menyebabkan bahwa laki-laki yang menari tidaklah menjadi keperempua-perempuanan selama ia menarika tari pria.

*) Falsafah adat Batak yang bertumpu pada Dalihan na Tolu (tungku nan tiga)menentukan adanya  pembagian tiga kelompok besar menurut  kedudukannya dalam hirarki keadatan.  Penentuan ini selalu bertitik tolak dari sudut posisi suhut (yang punya hajat atau yang mengadakan pesta/acara adat lainnya).  Ketiga kelompok tersebut ialah, Dongan sabutuha ialah saudara-saudara (tidak termasuk wanita) dari suhut dan pada umumnya yang se-marga dengan suhut (tidak termasuk wanita yang se-marga)
Boru ialah anak-anak perempuan dari suhut, termasuk suami-suami mereka.  Juga termasuk “kelompok” boru ialah saudara-saudara perempuan dari suhut, termasuk suami-suami dan keturunan mereka dan namboru (bibi) dari suhut serta suami dan anak keturunan mereka.       
Hula-hula ialah pihak tertua dari suhut.  Termasuk kelompok ini ialah semua saudara laki-laki dari sang mertua, serta anak keturunan mereka (tidak termasuk perempuan), atau menurut istilahnya yang lazim: dongan sabotuha-nya.
Pada waktu menari, ketiga kelompok ini berdiri pada posisi-posisi tertentu.  Masing-masing kelompok dalam barisannya sendiri-sendiri (tidak boleh campur-baur dengan kelompok lain).  Posisi dalam barisan kelopok diatur menurut hirarki atau “kelas” masing-masing menurut adat.
Demikian pula bentuk tari yang ditarikan tidak sama.  Umpamanya, jika suhut menari berhadapan dengan hula-hula, maka pihak suhut menarikan tari somba-somba (tari sembah), sementara hula-hula menjawab dengan tari pasu-pasu (tari memberkati).

Pustaka
Prof. Dr. Edi Sedyawati. “Pertumbuhan Seni Pertunjukan” hal. 72—76
Pustaka Sinar Harapan 2000 – Direktorat Pendidikan Menengah Umum

Minggu, 13 September 2015

RPP 1 SENI RUPA KLS XII



RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN

Sekolah                              :  SMA Negeri 42 Jakarta
Mata Pelajaran                 :  SENI BUDAYA (RUPA)
Kelas/Semester                 :  XII MIPA / Satu(Ganjil)                
Materi Pokok                    :  Menggambar Proyeksi
Alokasi Waktu                  :  4 X 2 = 8 JP

A.         K o m p e t e n s i  I n t i  ( KI ) :
1.     Menghayati dan mengamalkan ajaran agama yang dianutnya
2.     Menghayati dan mengamalkan perilaku jujur, disiplin, tanggung jawab, peduli, (gotong royong, kerjasama, toleran, damai), santun, responsif dan proaktif dan menunjukkan sikap sebagai bagian dari solusi atas berbagai permasalahan dalam berinteraksi secara efektif dengan lingkungan sosial dan alam serta dalam menempatkan diri sebagai cerminan bangsa dalam pergaulan dunia.
  1. Memahami, menerapkan, menganalisis pengetahuan faktual, konseptual, prosedural berdasarkan rasa ingin tahunya tentang ilmu pengetahuan, teknologi, seni, budaya, dan humaniora dengan wawasan kemanusiaan, kebangsaan, kenegaraan, dan peradaban terkait penyebab fenomena dan kejadian, serta menerapkan pengetahuan prosedural pada bidang kajian yang spesifik sesuai dengan bakat dan minatnya untuk memecahkan masalah
  2. Mengolah, menalar dan menyaji dalam ranah konkret dan ranah abstrak  terkait dengan pengembangan dari yang dipelajarinya di sekolah secara mandiri, dan mampu menggunakan metoda sesuai kaidah keilmuan

B.        K o m p e t e n s i  D a s a r
1.1.        Menunjukkan sikap penghayatan dan pengamalan serta bangga terhadap karya seni rupa sebagai bentuk rasa syukur terhadap Anugerah Tuhan.
2.1.        Menunjukkan sikap kerja sama, bertanggung jawab, toleran, dan disiplin melalui aktivitas berkesenian.
2.2.        Menunjukkan sikap santun, jujur, cinta damai dalam mengapresiasi seni dan pembuatnya.
2.3.        Menunjukkan sikap responsi dan pro aktif, peduli terhadap lingkungan dan sesama, serta menghargai karya seni dan pembuatnya.
3.1.     Mengevaluasi bahan, media dan  teknik yang  digunakan  dalam berkarya seni rupa.
4.1.     Berkreasi  karya seni rupa dua dimensi

C.        Indikator Pembelajaran KD 3.1 :

a.    Apresiasi karya seni rupa dua dimensi (Menggambar proyeksi) :
• mengidentifikasi bahan, alat dan teknik dalam karya seni rupa dua dimensi
• membandingkan bahan, alat dan teknik dalam karya seni rupa dua dimensi
• memilih bahan, alat dan teknik dalam dalam persiapan berkarya seni rupa dua dimensi

b.    Berkreasi Karya Seni Rupa Dua Dimensi (Menggambar proyeksi) :
• Membuat gambar proyeksi garis
• Membuat gambar proyeksi bidang
•Membuat gambar proyeksi benda

D.        T u j u a n  P e m b e l a j a r a n :
Setelah melalui proses pembelajaran menggambar proyeksi mampu :
            Mengidentifikasi berbagai jenis  bahan dan media menggambar proyeksi
            Membedakan  teknik menggambar proyeksi dengan karya seni rupa lainnya
   Membandingkan teknik menggambar proyeksi dengan karya seni rupa lainnya
            Mengidentifikasi fungsi menggambar proyeksi
      Membedakan fungsi  menggambar proyeksi
      Membandingkan fungsi menggambar proyeksi
        Membuat gambar proyeksi garis, bidang dan proyeksi benda

E.         M a t e r i  P e m b e l a j a r a n :
    Alat , bahan, media yang digunakan dalam menggambar proyeksi
   Menggambar proyeksi garis, proyeksi bidang, dan proyeksi benda

F.         M e t o d e  P e m b e l a j a r a n :
   Diskusi kelompok
   Discovery learning
   Demonstrasi dan penugasan

G.    M e d i a ,  A l a t  d a n  S u m b e r  P e m b e l a j a r a n :
  buku pegangan guru dan buku teks siswa kelas XII
  Buku-buku referensi lainnya yang terkait dengan menggambar proyeksi
  contoh-contoh karya seni menggambar proyeksi
  internet

H.    S k e n a r i o  P e m b e l a j a r a n

        Rincian kegiatan bulan Juli 1, Agustus 4 :
Pertemuan 1, 2, 3, 4, 5  (KD 3.1 & KD 41)

A.   Kegiatan Awal  ( 15 Menit )

1.    Apersepsi
·            Mengucap salam, berdoa, absensi kehadiran siswa.
·           Menginformasikan kepada siswa visi dan misi sekolah, “Unggul dalam prestasi IPTEK   dan IMTAQ yang berwawasan lingkungan serta menjunjung tinggi nilai-nilai budaya bangsa.”
·           Menyanyikan lagu kebangsaan “Indonesia Raya” sebagai bentuk rasa syukur ke hadirat Tuhan atas rahmat kemerdekaan bangsa Indonesia.
·           Menanyakan kepada siswa tentang pokok bahasan yang akan diberikan, apakah mereka sudah mendengar dan mengenal dan mengetahui sebelumnya.
·           Menyampaikan pokok bahasan dan materi pembelajaran menggambar proyeksi sebagaimana yang tertera pada KD dan Indikator  RPP yang dibuat.

2.    rientasi
·           Menunjukkan contoh-contoh berupa gambar, video dari internet, dan koleksi  pembelajaran menggambar proyeksi.
·            Memberikan motivasi tentang fungsi dan manfaat menggambar proyeksi.

3.    Motivasi
·           Mendemonstrasikan di papan tulis membuat gambar proyeksi garis, proyeksi bidang dan proyeksi benda.
·            Menginformasikan tentang fungsi dan manfaat  menggambar proyeksi bagi kehidupan.

4.    Pemberian Acuan :
    Garis besar materi tentang menggambar proyeksi
    Pembentukan kelompok diskusi

5.    Menyampaikan tujuan pembelajaran
    Melalui proses mencari informasi, menanya, dan berdiskusi siswa dapat:
-  Memahami tentang konsep seni menggambar proyeksi
-  Memahami teknik menggambar proyeksi
-  Memahami prosedur dalam proses menggambar proyeksi

         Melalui proses mencoba, mengasosiasi, dan mengomunikasikan siswa :
-  Mampu membuat gambar teknik proyeksi garis
-  Mampu membuat gambar teknik proyeksi bidang
-  Mampu membuat gambar teknik proyeksi benda
-   

B.  Kegiatan Inti ( 60 menit )

1.    Mengamati
·      Memberi motivasi  memvasilitasi siswa dengan memperlihatkan berbagai karya-karya seni rupa dua dimensi terutama gambar proyeksi dari media cetak, majalah, surat kabar, brosur, dan sebagainya.
·      Siswa menyimak tentang konsep, teknik, fungsi dan prosedur menggambar proyeksi
·      Guru menilai keterampilan siswa dalam membuat gambar proyeksi
    Siswa mengamati contoh-contoh yang disampaikan guru terkait materi yang disampaikan
  Dalam aktivitas mengamati, guru menggunakan berbagai media pembelajaran baik secara konkrit seperti foto-foto, gambar maupun media elektronik.

2.    Menanya
·      Siswa mendikusikan dengan teman kelompoknya mengenai gambar proyeksi yang dibuatnya.
·      Siswa mendiskusikan dengan teman kelompoknya mengenai konsep, teknik, fungsi karya seni rupa khusnya gambar teknik proyeksi
·      Guru bertanya dan meminta tanggapan siswa tentang menggambar teknik proyeksi
·      Guru bertanya tentang pendapat dari berbagai sumber tentang pengertian “Karya seni rupa dua dimensi menggambar proyeksi
·      Guru bertanya tentang manfaat dan fungsi menggambar proyeksi dalam kehidupan

3.    Mencoba/Mengeksplorasi
·      Memotivasi dan memfasilitasisiswa agar mengkoleksi berbagai informasi tentang bahan dan alat yang digunakan dalam menggambar proyeksi
·      Memotivasi dan memfasilitasi siswa agar mengumpulkan informasi tentang langkah-langkah teknik membuat gambar proyeksi
·      Memotivasi dan memfasilitasi siswa agar mengumpulkan informasi tentang langkah-langkah teknik membuat gambar proyeksi

4.    Mengasosiasi
·      Siswa dimotivasi dan difasilitasiuntuk membandingkan bahan, media, alat, teknik, jenis, imbol dan nilai estetik yang terkandung di dalam menggambar proyeksi dengan membandingkan gambar yang dibuatnya  dengan gambar yang dibuat oleh teman sekelasnya.
·      Siswa dimotivasi dan difasilitasi untuk menghubungkan data-data yang diperoleh berkait dengan bahan, media, alat, teknik, jenis, imbol dan nilai estetik yang terkandung di dalam berbagai karya menggambar teknik proyeksi.
·      Siswa diminta untuk membuat konsep menggambar teknik proyeksi dengan menuliskan bahan, media, alat, teknik, jenis, simbol, dan nilai estetik menggambar teknik proyeksi yang akan dibuatnya.


5.    Mengomunikasikan
·      Siswa dimotivasi dan difasilitasi untuk menyampaikan hasil pengumpulan dan simpulan informasi yang diperoleh berkait bahan, media, alat, teknik, jenis, simbol, dan nilai estetik menggambar proyeksi.
·      Siswa dimotivasi dan difasilitasiuntuk mempertanggungjawabkan secara lisan dan tulisan terhadap gambar proyeksi yang dibuatnya.

Dalam kegiatan ini, guru bertindak hanya sebagai motivator dan fasilitator bagi siswa dalam menggali informasi bahan, media, alat, teknik, jenis, simbol dan nilai estetik gambar proyeksi. Hal tersebut perlu disampaikan guru, demikian pula bagaimana cara memperolehnya. Akan tetapi, guru hendaknya menghindari penyampaian materi menggambar proyeksi yang bersifat tuntas. Hal ini dilakukan agar siswa termotivasi untuk menuntaskannya sendiri dan sampai sejauh mana pemahaman, pengertian dan kemampuan siwa dalam menggambar proyeksi.

C.Penutup  ( 15 menit )

Membuat simpulan materi pembelajaran
Konsep umum :
  Menggambar proyeksi adalah “Cara menggambar benda bentuk tiga dimensi yang dirubah ke dalam bentuk dua dimensi yang penggambarannya berupa bentuk ukurannya secara tepat yang dilihat dari beberapa sudut pandang”. Menggambar proyeksi terkategorisasi karya seni rupa dua dimensi terapan berdasar tujuan pembuatannya.
   Kata  Medium berasal dari kata “media” yang berarti perantara. Istilah medium dipakai untuk menyebut berbagai hal yang berkait dengan bahan. Keterampilan dalam mengolah bahan, menggunakan alat dan penguasaan teknik yang baik diperlukan untuk menciptakan karya seni yang berkualitas. Hal ini tentu sangat dibutuhkan latihan yang terus menerus, ulet, sabar dan berkelanjutan .
·      Bahan adalah semua material habis pakai yang digunakan dalam proses mewujudkan karya seni rupa.
·      Alat adalah benda yang digunakan untuk mengolah bahan dalam mewujudkan karya seni rupa.
·      Teknik adalah cara berkarya seni rupa dengan bantuan alat untuk mengolah bahan tertentu dalam mewujudkan karya seni rupa.
·      Obyek adalah  visualisasi dari penataan unsur-unsur fisik dan non fisik pada karya seni rupa.

Pengayaan :
Pengayaan materi diberikan melalui pembelajaran praktik membuat gambar teknik proyeksi, yang diberikan dengan cara sebagai berikut:
      Memberikan contoh sebanyak-banyaknya menggambar proyeksi.
      memberikan pula contoh karya seni rupa terapan yang dimanfaatkan sebagai benda hiasan atau semata-mata untuk kepentingan estetik saja.
      Menunjukkan berbagai contoh karya seni rupa dua dimensi dengan penataan unsur-unsur visualnya secara sederhana maupun kompleks.
      Memberikan pula contoh karya menggambar teknik, seni rupa tradisional, modern, daerah maupun mancanegara.
      Memberikan contoh bahan, alat, dan teknik yang digunakan dalam berkarya seni rupa dua dimensi tidak hanya bahan, alat dan teknik yang konvensional (umum dipakai) tetapi juga bahan, alat dan teknik yang non konvensional (tidak umum).

Pengayaan diberikan kepada siswa dalam rangka membuka wawasan seni rupa siswa yang lebih luas sebagai stimulus berpikir dan berkarya secara kreatif.

I.          P e n i l a i a n :

1.        Mekanisme dan prosedur,
     Penilaian dilakukan dari proses dan hasil. Penilaian proses dilakukan melalui observasi kerja kelompok, kinerja presentasi, dan laporan tertulis. Sedangkan penilaian hasil dilakukan melalui tes tertulis.
2.        Instrumen penilaian :
a.       Instrumen observasi menggunakan lembar pengamatan dengan fokus utama pada   aktivitas dalam kelompok, tanggungjawab, dan kerjasama.
b.      Instrumen kinerja presentasi menggunakan lembar pengamatan dengan fokus utama pada aktivitas peran serta, kualitas visual presentasi, dan isi presentasi.
c.       Instrumen laporan praktik menggunakan rubrik penilaian dengan fokus utama pada kualitas visual, sistematika sajian data, kejujuran, dan jawaban pertanyaan.
d.      Instrumen tes menggunakan tes tertulis uraian dan pilihan ganda.
e.      Instrumen laporan praktik menggunakan rubrik penilaian dengan fokus utama pada kualitas visual, sistematika sajian data, kejujuran, dan jawaban pertanyaan.

3.         Contoh Lembar Instrumen Penilaian (Terlampir)

Lampiran:
1.    Instrumen Penilaian Lembar Observasi dan kinerja presentasi

LEMBAR PENGAMATAN OBSERVASI DAN KINERJA PRESENTASI

Mata Pelajaran                         : Seni Budaya (Seni Rupa)
Kelas/Program                          : XII MIA
Kompetensi                               : KD 3.1 Dan 4.1

No
Nama Siswa
Observasi
Kinerja Presentasi
Jumlah
Skor
NilaI
Aktif
Tanggung jawab
Kerja sama
Peran serta
Visual
Isi
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
1.        

4
4
3
4
3
3
21

2.        









3.        









4.        









5.        










Keterangan pengisian skor
4.  Sangat tinggi
3.  Tinggi
2.  Cukup tinggi
1.  Kurang

2.     Tanda ceklist pada kolom Benar atau Salah

No
Pernyataan
Benar
Salah
1.        
Karya seni rupa dua dimensi di antaranya adalah, gambar proyeksi, lukisan, gambar sketsa, gambar ilustrasi.


2.        
Bentuk dua dimensi adalah yang memiliki ukuran panjang, lebar, dan tinggi atau tebal sehingga mempunyai volume.


3.        
Media atau bahan membuat lukisan diantaranya adalah cat minyak, cat air, cat poster


4.        
Menggam teknik sipil ararsitektur termasuk karya seni dua dimensi



3.     Contoh Tes Uraian
Jawablah petanyaan berikut ini!
1.          Jelaskan berikut contohnya, apa yang dimaksud dengan menggambar teknik proyeksi?!
2.         Sebutkan bahan, alat  dan media yang yang digunakan dalam menggambar proyeksi
3.         Jelaskan  berikut contohnya, tiga buah karya seni rupa dua dimensi!
4.          Jelaskan perbedaan teknik antara menggambar proyeksi dan menggambar lukisan, berikan pula contohnya!
5.         Sebutkan langkah-langkah menggambar proyeksi !
6.         Sebutkan langkah-langkah membuat karya lukisan!
7.         Apakah  kreatifitas perlu dalam berkarya seni? Jelaskanlah pendapatmu!
8.         Apa perbedaan antara menggambar dan melukis, jelaskan?!

4.    Lembar Instrumen Penilaian Praktik

FORMAT PENILAIAN BERKARYA SENI RUPA DUA DIMENSI
No.
Nama siswa
Kesesuai-an model dengan obyek gambar
Kreatifi-tas pemilihan model
Komposisi unsur-unsur visual
Kesesuaian teknik dengan alat dan bahan yang digunakan
Penyelesaian akhir (Finishing)


1
2
3
4
1
2
3
4
1
2
3
4
1
2
3
4
1
2
3
4
1.





















2.





















3.





















dst






















Keterangan:

Pedoman penskoran:
Skor akhir menggunakan skala 1 sampai 4

Perhitungan skor akhir menggunakan rumus:

Skor yang diperoleh
                                                                   = Skor akhir
 Skor maksimal


Contoh:
Skor diperoleh 14, skor tertinggi 4 x 5 pernyataan = 20, maka skor akhir:
Siswa memperoleh nilai :
Sangat baik         : apabila memperoleh skor  A – dan A
Baik                        : apabila memperoleh skor  B - , B, dan B
Cukup                   : apabila memperoleh skor  C -, C, dan C
Kurang                  : apabila memperoleh skor  D dan D +

5.    Lembar Instrumen Penilaian Pribadi

P E N I L A I A N  P R I B A D I

Nama                           :   fransisca
Kelas                            :   XII MIA
Semester                     :  Ganjil
Waktu Penilaian        :

No.
Pernyataan Siswa
Ya
Tidak
1
Saya belajar dengan sungguh-sungguh


2
Saya aktif dan selalu bertanya jika ada penjelasan materi yang belum saya mengerti.


3
Saya Sering menunda-nunda tugas yang diberikan guru



SKOR
KETERANGAN
4
Sangat baik
3
Baik
2
Cukup
1
kurang

















6.      Lembar Instrumen Penilaian Antar Teman

P E N I L A I A N  A N T A R  T E M A N

Nama                           :
Kelas                            :
Semester                     :
Waktu Penilaian        :

No.
Pernyataan Siswa
Ya
Tidak
1
Belajar dengan sungguh-sungguh


2
Aktif dan selalu bertanya jika ada penjelasan materi yang belum saya mengerti.


3
Sering menunda-nunda tugas yang diberikan guru





Jakarta, 27 Juli 2015
Mengetahui, Kepala SMA Negeri  42 Jakarta                         Guru Mata Pelajaran



Drs. Sonny Juhersoni, M.Pd                                                          Drs. Slamet Priyadi
NIP. 196510061992031003                                                         NIP. 195712091987031006