Selasa, 5
November 2013 18:08 WIB | 11588 Views
Pewarta: Edy
M Ya`kub
Surabaya
(ANTARA News) - Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan akan mengubah pola ujian
nasional (UN) pada 2015, karena saat itu semua jenjang pendidikan sudah
menerapkan Kurikulum 2013.
"Pola UN tidak mungkin diubah sekarang, karena siswa pelaksana Kurikulum
2013 masih belum menjadi peserta UN," kata Staf Khusus Mendikbud Bidang
Komunikasi Media, Sukemi, di Surabaya, Selasa.
Disela "focus group discussion" (FGD) tentang Kurikulum 2013 dan UN
yang diikuti akademisi, praktisi pendidikan, pers, dan pegiat jaringan penulis
artikel, ia menjelaskan UN sebagai standar evaluasi akan tetap ada.
Hal itu merujuk pada standar evaluasi yang selalu ada pada semua jenis
kurikulum pendidikan dan UN juga merupakan amanat UU Sisdiknas yang dapat
menjadi ukuran untuk pembanding standar pendidikan dengan negara lain.
"Tapi, pola UN bisa jadi akan disesuaikan dengan Kurikulum 2013 pada saat
seluruh siswa sudah menerapkan Kurikulum 2013, sedangkan Kurikulum 2013 saat
ini hanya diterapkan pada siswa kelas 1 dan 4 SD, kelas 1 (VII) SMP, dan kelas
1 (X) SMA," katanya.
Dalam diskusi yang juga diikuti mantan Kepala Pusat Penilaian Pendidikan
(Puspendik) Badan Penelitian dan Pengembangan (Balitang) Kemdikbud Hari Setiadi
itu, ia mengaku belum bisa merinci bentuk perubahan pola UN itu.
"Yang jelas, UN saat ini dipakai pemerintah untuk empat fungsi, yakni
pemetaan, syarat kelulusan, syarat melanjutkan studi ke jenjang berikutnya, dan
intervensi kebijakan. Pemetaan dan intervensi kebijakan itu bisa dilakukan
kalau ada UN," katanya.
Misalnya, ada SMA di Jakarta dengan hanya lima siswa yang semuanya tidak lulus
UN, lalu Kemendikbud melakukan intervensi dengan kebijakan merger.
"Atau, SMA di NTB yang jeblok pada mata pelajaran Bahasa Inggris, ternyata
sekolah itu tidak memiliki guru Bahasa Inggris dan pengajar Bahasa Inggris
justru guru bidang studi lain, lalu kami beri guru Bahasa Inggris,"
katanya.
US dan UN
Sementara itu, mantan Kepala Puspendik Balitbang Kemendikbud Hari Setiadi
menyatakan Kemendikbud sejak tahun 2011 sebenarnya sudah menggabungkan nilai
ujian sekolah (US) dengan UN. US berfungsi sebagai evaluasi internal dan UN
sebagai evaluasi eksternal.
"Peran dari nilai US mencapai 40 persen, sedangkan UN mencapai 60 persen,
sehingga kalau banyak siswa yang lulus UN karena ada faktor US itu. Kedepan,
kami akan memberikan kisi-kisi US agar kualitas US semakin baik," katanya.
Dalam diskusi yang dipandu Kepala Pusat Informasi dan Humas Kemendikbud Ibnu
Hamad itu, ia mengatakan US sebagai evaluasi internal merupakan "pintu
masuk" bagi penilaian sesuai Kurikulum 2013 yang mengevaluasi
sikap/perilaku, ketrampilan, dan pengetahuan.
"Kalau UN sebagai evaluasi eksternal akan bisa menjadi pintu masuk bagi
syarat masuk perguruan tinggi, namun UN sekarang masih belum sepenuhnya bisa
seperti itu, karena selama nilai US dan UN ada disparitas menunjukkan kualitas
masih rendah," katanya.
Dalam kesempatan itu, Wakil Ketua Dewan Pendidikan Jatim Bagong Suyanto menilai
UN saat ini saat ini masih mengalami sakralisasi, sehingga evaluasi pendidikan
saat ini justru menimbulkan "ketakutan" sehingga sekolah mirip LBB
(lembaga bimbingan belajar).
"Karena itu, perlu ada desakralisasi UN dengan memosisikan UN sebatas
20-25 persen, sedangkan US dengan porsi lebih besar yakni 75-80 persen. Itu
penting, karena proses pembelajaran selama tiga tahun itu dievaluasi melalui
US. Jadi, US lebih penting dan sesuai dengan Kurikulum 2013," kata
sosiolog Unair itu.
Masalahnya, pemerintah masih belum sepenuhnya percaya dengan sekolah, sehingga
US pun tidak dipercaya. "Ke depan, seiring dengan proses penerapan Kurikulum
2013, pemerintah harus percaya kepada US. Kalau sekolah dan guru tidak
dipercaya, ya ironis," katanya.
Dalam FGD itu, mayoritas peserta mendukung Kurikulum 2013 sebagai kurikulum
terbaik karena penilaian dalam kurikulum itu tidak hanya menilai kognitif, tapi
sikap/perilaku dan ketrampilan juga dinilai.
Namun, mayoritas peserta menyoroti UN sebagai standar evaluasi yang justru akan
"tabrakan" dengan tujuan Kurikulum 2013. "Kurikulum 2013 itu
mencetak siswa kreatif dan baik, tapi kalau ujung-ujungnya berakhir pada UN ya
percuma," kata pengamat pendidikan, Baidowi.
Editor:
Suryanto
COPYRIGHT ©
2013