Sabtu, 29 Februari 2020

Sumaryo L.E.: "KOMPONIS, PEMAIN MUSIK DAN PUBLIK"

Blog Ki Slamet 42: Guru SMAN 42 Jakarta Menulis
Minggu, 01 Febuari 2020 - 05.50 WIB


Image "Cover Buku Komponis, Pemain Musik dan Publik" (Foto: SP)

1. FUNGSI NOTASI DALAM KEHIDUPAN MUSIK”
 
Hampir semua remaja yang pernah sekolah, sedikit banyak dapat membaca notasi musik. Paling, mengerti bagaimana mempergunakannya. Yang dibiasakan dalam sekolah-sekolah umum adalah umum adalah membaca notasi musik yang mempergunakan angka ( systim solfa atau sistim Cheve ). Akhir-akhir ini, di beberapa sekolah sudah menggunakan pelajaran membaca paranada.
Sebetulnya belajar membaca notasi angka pun sama sukarnya atau sama mudahnya dengan belajar paranada. Masalahnya adalah soal kebiasaan. Orang yang dapat membaca paranada pun banyak yang kikuk menghadapi notasi angka, apalagi pada waktu memainkannya dengan alat musik.
Untuk memainkan alat musik, pada umumnya orang lebih mudah melakukannya kalau notasi dibuat dengan paranada. Sebab paranada secara teknis lebih banyak membantu para pemain alat musik untuk mengenakan nada-nada yang dibaca. Akan tetapi harus diingat, bahwa kepandaian membaca paranada belum tentu berarti orangnya musikal. Paranada hanyalah alat belaka, bukan musiknya itu sendiri. Alat yang menguntungkan dan praktis untuk mengembangkan bakat musikal seseorang. Dengan pengetahuan mengenai paranada, orang sedikit banyak dapat terjun ke dalam alam pikiran serta perasaan komponis. Sebaliknya orang yang tidak dapat membaca paranada, jangan dianggap kurang musikal daripada orang yang menguasai pengetahuan paranada.
Bahwasannya seorang yang musikal yang juga trampil membaca paranada, akan lebih cepat berkembang dalam memupuk bakat musikalnya, itu jelas. Perkenalan serta pengetahuan kehidupan musik di seluruh dunia akan lebih terbuka untuknya. Khususnya dalam menyelami apa yang terkandung dalam jiwa komponis, yang bersembunyi di belakang nada-nada dalam ciptan-ciptaannya.
Paranada sudah berabad-abad dipergunakan manusia, dengan perkembangannya melalui berbagai bentuk, sehingga sampai kepada bentuk yang sekarang ini. Dengan paranada, seorang komponis, secara musikal, ingin menyatakan secara tertulis apa yang terkandung dalam hatinya, dan sekaligus memperkenalkannya kepada masyarakat. Buah kreasinya diharapkan akan menjadi kegiatan para pemain musik, di samping menjadi obyek penikmatan musikal masyarakat.
Daya kreasi komponis dituliskan dalam bentuk paranada, meskipun tidak seluruh gelora musikalnya dapat dituliskan. Akan tetapi ciptaan musik yang ditulisnya, dalam batas-batas kemampuan segala tanda yang ada dalam paranada, diharapkan oleh komponis akan diikuti secermat mungkin oleh pemain musik sebagai hak ciptanya. Tentu saja dengan memberi kebebasan yang terbatas kepada penghidangnya. Notasinya seratus persen bersifat preskriptif. Pemain tidak tidak diberi kesempatan untuk menggunakan daya kreasinya sendiri. Pemain hanya diberi kesempatan “mencipta kembali” dengan kebebasan-kebebasan yang terbatas, sehingga hidangannya tidak menyimpang dari ide komponis.
Dalam suatu masyarakat yang mempergunakan notasi musik yang bersifat preskriptif, kreatifitas adalah memonopoli komponis. Dalam suatu masyarakat yang tidak mengenal tulisan musik yang preskriptif, atau yang tidak memiliki cara notasi musik samasekali, kreativitas lebih banyak dinyatakan oleh pemain-pemainnya. Pemain yang kreatip biasanya mencipta sebuah lagu secara improvisatoris, yang diambil alih oleh pemain-pemain lain dengan memberi hiasan-hiasan musikal menurut selera musika masing-masing. Pola komposisi yang asli biasanya tetap diperkembangkan, akan tetapi rakyat pada umumnya bebas untuk menambah atau menguranginya sesuai dengan seleranya. Pemikiran mengenai hak cipta perseorangan tidak disadari dan tidak dihiraukan. Di dalam perkembangan ciptaan demikian selanjutnya, masyarakat atau rakyat pada umumnya yang membentuk pernyataan musikal tadi. Demikianlah proses terciptanya musik rakyat. Seniman kreatip dalam masyarakat demikian adalah terutama pemain musik atau penyanyi dengan hidangan-hidangannnya yang biasanya penuh dengan tambahan hiasan-hiasan musikal disertai dengan perobahan melodi yang tidk banyak menyimpang dari pola melodi asli menurut selera tiap penyanyi.
Demikianlah pula umumnya yang kita alami dalam kehidupan musik tradisionil di Indonesia, dan mungkin di negeri-negeri Asia lainnya pun demikian pula halnya. Artis kreatip adalah terutama pemain atau penyanyi.
Musik kaeawitan Indonesia pun mengenal pula tulisan musik. Biasanya yang ditulis hanya balungannya atau tema pokoknya saja, dan tidak seluruh melodinya. Tulisan ini biasanya dikerjakan sebagai pencatatan mengenai dasar-dasar melodi yang sudah ada. Notasinya biasanya dipergunakan untuk mengingat-ingat perkembangan melodinya. Jadi, bersifat deskriptip. Akan tetapi tidak jarang pula, notasi demikian dipergunakan untuk menyajikan musik. Titinada yang dicatat sesuai dengan tema pokok lagu tetap harus diikuti, akan tetapi penyaji mempunyai kebebasan terbatas untuk ”menggarap” melodinya dengan hiasan-hiasan, yang merupakan ungkapan kreatip pemain atau penyanyi itu sendiri.
Dalam soal kebebasan mengadakan interpretasi, musik jazz lebih jelas lagi menunjukkan pemain atau penyaji Jazz sebagai artis yang kreatip. Pemain atau penyanyi Jazz lebih bebas daripada pemain Karawitan dalam menggarap melodi tertulis yang berasal dari komponi, asal tidak menyimpang dari pola harmonis yang asli.

—KSP —
Sabtu, 29 Februari 2020 – 15.39 WIB
REFERENSI :
Sumaryo L.E
“Komponis, Pemain Musik dan Publik”
Pustaka Jaya 1978