Oleh Wiyoso
Yudoseputro
GURU SMAN 42 JAKARTA MENULIS – Sabtu, 14 Juni 2014 – 07:45 wib – Batik pada zaman Islam tetap
merupakan karya seni budaya istana. Perkembangan
yang dicapai pada zaman Islam antara lain dengan diketemukan ragam hias baru
yang bersifat Islam. Ragam hias Islam
yang selalu disebut dalam karya seni Islam pada umumnya ialah motif kaligrafi
Arab, motif mesjid, dan motif permadani. Penampilan motif-motif hias Islam itu
kebanyakan terdapat pada kain untuk panji, bendera, untuk hiasan dinding; jadi
tidak seperti motif hias lainnya yang tampil
pada hiasan batik untuk pakaian.
Seperti pada hiasan bangunan, motif kaligrafi Arab
dalam penerapannya pada hiasan batik tidak mengurangi nilai-nilai perlambangan
lama. Kaligrafi Arab yang mengisi motif
perlambangan kraton seperti motif singa adalah contoh dari hiasan panji lama
yang tersimpan dalam keraton Mangkunegara.
Tidak banyak bedanya dengan hiasan Macam Ali dari kraton Kasepuhan. Nilai baru yang ikut berbicara dalam
perkembangan seni batik. Berkurangnya nilai-nilai
perlambangan sejalan dengan berkurangnya nilai seni batik yang dituntut oleh tradisi
kebudayaan istanaa. Nilai baru yang ikut berbicara dalam
perkembangan seni batik sebagai seni klasik ialah nilai ekonomi. Batik tidak lagi semata-mata menjadi lambang
kebesaran kraton atau sebagai pakaian upacara kebesaran di istana. Batik dalam perkembangannya menjadi jenis
pakaian sehari-hari yang meluas dalam masyarakat biasa. Sehingga timbul kebutuhan untuk menghasilkan
batik secara berlipat ganda. Kebutuhan ini
menghasilkan cara baru membuat batik dengan teknik cap sebagai pengganti teknik
batik tulis dengan peralatan yang yang berbeda. Batik cap tidak lagi menuntut
kepekaan tangan dalam menulis hiasan batik dan tidak lagi dipersyaratan
pengetahuan tentang perlambangan dari motif-motif batik bagi para pengrajin.
Canting dan cap yang dipakai dalam teknik membatik |
Kemungkinan batik cap berarti pertanda berubahnya
nilai seni kerajinan menjadi nilai seni industri. Dalam catatan Gubernur Jendral Rafles, batik
cap mulai dihasilkan sekitar permulaan abad kesembilan belas di Jawa. Kelahiran batik diperkirakan sebagai pengaruh
dari kain cap yang berasal dari India yang dibuat dari logam. Ada pula pendapat yang mengatakan bahwa batik
cap diperkenalkan oleh pedagang Cina. Dengan
teknik baru dari batik cap tersebut dicapai nilai baru dalam seni batik. Pada umumnya nilai seni batik cap kurang
tinggi dibandingkan dengan batik tulis. Hal
ini tidak hanya karena kain mori dari batik cap yang lebih rendah kualitasnya,
tetapi juga karena nilai pribadi seniman tidak terdapat lagi pada batik
cap. Keluwesan dan kelancaran garis yang
sambung menyambung membuat batik tulis lebih mencerminkan kepribadian para
pembatik. Sebaliknya sifat yang serba
teratur, garis serba tajam, titik dan pola disain yang tidak cermat dan sama;
semua ini hanya berhasil dicapai melalui teknik cap dan menimbulkan kesan yang
serba teknis yang hambar dan menjemukan.
Bagaimanapun tuntutan teknis baru dalam seni batik
sebagai warisan seni batik mempunyai arti bahwa seni batik sebagai warisan seni
budaya bangsa Indonesia berkembang terus dengan nilai-nilai baru.
Referensi:
Wiyoso Yudoseputro: “Pengantar Seni Rupa Islam”, Penerbit Angkasa Bandung, 2000
Editor:
Slamet Priyadi, Pangarakan, Bogor