Blog Ki Slamet 42: Guru SMAN 42 Jakarta Menulis
Minggu, 01 Febuari 2020 - 05.50 WIB
1. FUNGSI NOTASI DALAM
KEHIDUPAN MUSIK”
Hampir semua remaja yang pernah sekolah,
sedikit banyak dapat membaca notasi musik. Paling, mengerti bagaimana
mempergunakannya. Yang dibiasakan dalam sekolah-sekolah umum adalah umum adalah
membaca notasi musik yang mempergunakan angka ( systim solfa atau sistim Cheve ).
Akhir-akhir ini, di beberapa sekolah sudah menggunakan pelajaran membaca
paranada.
Sebetulnya belajar membaca notasi angka pun
sama sukarnya atau sama mudahnya dengan belajar paranada. Masalahnya adalah
soal kebiasaan. Orang yang dapat membaca paranada pun banyak yang kikuk
menghadapi notasi angka, apalagi pada waktu memainkannya dengan alat musik.
Untuk memainkan alat musik, pada umumnya
orang lebih mudah melakukannya kalau notasi dibuat dengan paranada. Sebab
paranada secara teknis lebih banyak membantu para pemain alat musik untuk
mengenakan nada-nada yang dibaca. Akan tetapi harus diingat, bahwa kepandaian
membaca paranada belum tentu berarti orangnya musikal. Paranada hanyalah alat
belaka, bukan musiknya itu sendiri. Alat yang menguntungkan dan praktis untuk
mengembangkan bakat musikal seseorang. Dengan pengetahuan mengenai paranada,
orang sedikit banyak dapat terjun ke dalam alam pikiran serta perasaan
komponis. Sebaliknya orang yang tidak dapat membaca paranada, jangan dianggap
kurang musikal daripada orang yang menguasai pengetahuan paranada.
Bahwasannya
seorang yang musikal yang juga trampil membaca paranada, akan lebih cepat
berkembang dalam memupuk bakat musikalnya, itu jelas. Perkenalan serta
pengetahuan kehidupan musik di seluruh dunia akan lebih terbuka untuknya.
Khususnya dalam menyelami apa yang terkandung dalam jiwa komponis, yang
bersembunyi di belakang nada-nada dalam ciptan-ciptaannya.
Paranada sudah berabad-abad dipergunakan
manusia, dengan perkembangannya melalui berbagai bentuk, sehingga sampai kepada
bentuk yang sekarang ini. Dengan
paranada, seorang komponis, secara musikal, ingin menyatakan secara tertulis
apa yang terkandung dalam hatinya, dan sekaligus memperkenalkannya kepada
masyarakat. Buah kreasinya diharapkan akan menjadi kegiatan para pemain musik,
di samping menjadi obyek penikmatan musikal masyarakat.
Daya kreasi komponis dituliskan dalam bentuk
paranada, meskipun tidak seluruh gelora musikalnya dapat dituliskan. Akan
tetapi ciptaan musik yang ditulisnya, dalam batas-batas kemampuan segala tanda
yang ada dalam paranada, diharapkan oleh komponis akan diikuti secermat mungkin
oleh pemain musik sebagai hak ciptanya. Tentu saja dengan memberi kebebasan
yang terbatas kepada penghidangnya. Notasinya seratus persen bersifat
preskriptif. Pemain tidak tidak diberi kesempatan untuk menggunakan daya
kreasinya sendiri. Pemain hanya diberi kesempatan “mencipta kembali” dengan
kebebasan-kebebasan yang terbatas, sehingga hidangannya tidak menyimpang dari
ide komponis.
Dalam suatu masyarakat yang mempergunakan
notasi musik yang bersifat preskriptif, kreatifitas adalah memonopoli komponis.
Dalam suatu masyarakat yang tidak mengenal tulisan musik yang preskriptif, atau
yang tidak memiliki cara notasi musik samasekali, kreativitas lebih banyak
dinyatakan oleh pemain-pemainnya. Pemain yang kreatip biasanya mencipta sebuah
lagu secara improvisatoris, yang diambil alih oleh pemain-pemain lain dengan
memberi hiasan-hiasan musikal menurut selera musika masing-masing. Pola
komposisi yang asli biasanya tetap diperkembangkan, akan tetapi rakyat pada
umumnya bebas untuk menambah atau menguranginya sesuai dengan seleranya.
Pemikiran mengenai hak cipta perseorangan tidak disadari dan tidak dihiraukan.
Di dalam perkembangan ciptaan demikian selanjutnya, masyarakat atau rakyat pada
umumnya yang membentuk pernyataan musikal tadi. Demikianlah proses terciptanya
musik rakyat. Seniman kreatip dalam masyarakat demikian adalah terutama pemain
musik atau penyanyi dengan hidangan-hidangannnya yang biasanya penuh dengan
tambahan hiasan-hiasan musikal disertai dengan perobahan melodi yang tidk
banyak menyimpang dari pola melodi asli menurut selera tiap penyanyi.
Demikianlah pula umumnya yang kita alami dalam
kehidupan musik tradisionil di Indonesia, dan mungkin di negeri-negeri Asia
lainnya pun demikian pula halnya. Artis kreatip adalah terutama pemain atau
penyanyi.
Musik kaeawitan Indonesia pun mengenal pula
tulisan musik. Biasanya yang ditulis hanya balungannya atau tema pokoknya saja,
dan tidak seluruh melodinya. Tulisan ini biasanya dikerjakan sebagai pencatatan
mengenai dasar-dasar melodi yang sudah ada. Notasinya biasanya dipergunakan
untuk mengingat-ingat perkembangan melodinya. Jadi, bersifat deskriptip. Akan
tetapi tidak jarang pula, notasi demikian dipergunakan untuk menyajikan musik.
Titinada yang dicatat sesuai dengan tema pokok lagu tetap harus diikuti, akan
tetapi penyaji mempunyai kebebasan terbatas untuk ”menggarap” melodinya dengan
hiasan-hiasan, yang merupakan ungkapan kreatip pemain atau penyanyi itu
sendiri.
Dalam soal kebebasan mengadakan
interpretasi, musik jazz lebih jelas lagi menunjukkan pemain atau penyaji Jazz
sebagai artis yang kreatip. Pemain atau penyanyi Jazz lebih bebas daripada
pemain Karawitan dalam menggarap melodi tertulis yang berasal dari komponi,
asal tidak menyimpang dari pola harmonis yang asli.
—KSP —
Sabtu, 29 Februari 2020 – 15.39 WIB
REFERENSI :
Sumaryo L.E
“Komponis, Pemain Musik dan Publik”
Pustaka Jaya 1978