Minggu, 26 Juni 2016

MASJID AL MAKMUR (Warisan R Saleh Yang Digotong Ramai-Ramai)

Blog Ki Slamet : Guru SMAN 42 Menulis
Minggu, 26 Juni 2016 - 21:56 WIB

Image "Masjid Al Makmur Cikini" (Foto: Warta Kota)
Masjid Al Makmur Cikini
Warta Kota – kamis, 23 Juni 2016 - Selain meninggalakan karya-karya yang terkenal, pelukis legendaris Raden Saleh Syarif Boestaman atau dikenal juga sebagai Pangeran Hitam juga mewariskan sebuah masjid. Warisan itu adalah Masjid Jami Al Makmur Cikini yang berlokasi di Jalan Raden Saleh. Cikini, JakartaPusat.

Awalnya, masjid itu terletak di dekat rumah Raden Saleh. Saat ini, lahan milik Raden Saleh itu telah berubah menjadi RSPGI Cikini. Namun rumah Raden Saleh dipertahankan dan difungsikan sebagai kantor rumah sakit.

Pengurus masjid Al Makmur Cikini, KH SYAHLANI menjelaskan, lokasi masjid saat ini berbeda dari lokasi masjid saat Raden Saleh masih hidup. Lokasi lama berjarak sekitar 80 meter dari lokasi terkini.

Menurut Syahlani, Masjid Al Makmur Cikini didirikan tahun 1840 di dekat anak sungai Ciliwung yang melintasi tanah miliki Raden Saleh. Material yang digunakan untuk membangun masjid adalah bambu.

Tahun 1880, Raden Saleh berpulang dan tanahnya kemudian dijual ke Yayasan Koningen Emma Stiching.

Tokoh-tokoh Islam seperti H. Oemar Said Tjokroaminoto, KH Mas Mansyur, H. Agus Salim, dan Abikoesno Tjokrosoeroyo berjuang agar masjid peninggalan Raden Saleh tidak digusur.

Namun ketika Tjokroaminoto sibuk mendirikan Syarekat Islam, pemerintah Hindia Belanda menerbitkan sertifikat sehingga tanah itu sah milik Yayasan Koningen Emma Stiching.

Masyarakat kemudiansepakat memindahkan Masjid Jami  Cikini keluar dari tanah Raden Saleh yang telah pindah tangan itu. “Waktu dipindah, masjid ini digotong oleh warga, termasuk pagar-pagarnya. Bukan dibongkar terus dibikin lagi. Beneran digotong, hanya saja sejarah tidak menuliskan berapa banyak yang menggotong masjid ini, hampir semua warga Cikini membantu menggotongnya,” ungkap Syahlani.

Pada 1930, Masjid Jami Al Makmur dipugar. Berbekal gula kelapa, kapur dan bata merah yang digerus, masjid yang mengandung arsitektur Belanda tersebut resmi berdiri. “Masyarakat memberikan bantuan beras dan hasil kebun, kemudian dijual untuk beli bahan bangunan seperti gula Jawa, kapur dan bata merah,” kata Syahlani.

Meski bangunan masjid telah berubah, mimbar peninggalan Raden Saleh masih disimpan dan dirawat secara baik. Hanya saja, mimbar berbahan kayu jati tersebut sudah tidak digunakan karena ada mimbar baru yang lebih memadai. Mimbar peninggalan Raden Saleh sekarang disimpan sebagai benda bersejarah koleksi Masjid Al Makmur. (rio)

Sumber :
WARTA KOTA
Edisi Kamis, 23 Juni 2016

Tidak ada komentar:

Posting Komentar