GURU SMAN 42 JAKARTA MENULIS - Kamis, 08 Januari 2015 - Menurut penyelidikan para ahli, wayang
adalah salah satu kebudayaan asli bangsa Indonesia, penyelidikan tersebut
menghubungkan pertunjukan wayang dengan tradisi cara berfikir alam kepercayaan
lama. Dalam perkembangannya setelah
melalui proses akulturasi dengan kebudayaan dari luar, khususnya dari India dan
kebudayaan Islam, wayang menjadi bentuk manifestasi seni budaya yang tinggi
mutunya. Dalam hal ini para seniman pada
zaman Islam ikut memberikan saham dalam pembinaan dan pengembangan seni wayang.
1.
Awal
pembentukan rupa wayang
Dilihat dari bentuk fisiknya,
perkembangan pertama dari wayang sudah dimulai pada zaman prasejarah sebagai
bentuk perwujudan dari arwah nenek moyang.
Boneka batu yang dikenal dengan nama unduk
adalah perwujudan pertama dalam wayang berdasarkan kepercayaan animisme.
Dalam sejarah perkembangan wayang,
kepercayaan iti selalu menjadi landasan pemikiran. Leluhur wayang ini adalah bentuk perlambangan
nenek moyang yang kehadirannya didukung oleh hasrat manusia untuk memuja nenek
moyang.
Pada zaman Hindu wayang mengalami
perkembangan sesuai tradisi kebudayaan dari India. Unsur-unsr kebudayaan dari India ini berhasil
diserap dan dicerminkan dengan tradisi kebudayaan asli Indonesia dan membuahkan
seni wayang yang lebih luas nilai kegunaannya.
Karena wayang itu pula terciptalah berbagai jenis seni yang berpadu satu
sama lain seperti seni pedalangan atau seni karawitan, seni tari dan seni rupa. Selanjutnya seni wayang menjadi wadah tumpuan
dari berbagai nilai budaya bangsa karena karena pesan yang dibawakan. Masyarakat dididik melalui seni wayang untuk
mencintai hidup yang baik berdasarkan ajaran agama. Wayang akhirnya berhasil membudaya dalam
masyarakat Indonesia, khususnya di pulau Jawa.
Pada zaman Hindu boneka yang telah dirintis sebelumnya, mengalami
perubahan bentuk dalam usaha memujudkan tokoh yang berperan dalam cerita
pahlawan atau wiracarita. Wiracarita yang bersumber dari kisah
Ramayana dan Mahabharata yang melahirkan bentuk baru dalam sejarah seni wayang.
Dalam perkembangan seni rupa pada waktu
itu menjadi proses perubahan konsep dalam bentuk pernyataan visual. Poses pembentukan rupa dari wayang dapat
diikuti pada pahatan relief candi.
Sebutan langgam wayang dalam mewujudkan tokoh cerita pada relief candi
zaman Singasari dan Majapahit menjelaskan bagaimana gaya relief candi Jawa
Tengah telah ditinggalkan untuk beralih pada bahasa pengucapan bentuk rupa yang
baru. Perwujudan tokoh cerita berubah
menjadi gaya stilistik dan mengarah ke bentuk perlambangan. Stilasi bentuk manusia dan binatang dengan
melepaskanbentuk berdasarkan pedoman ikonografi seni India menghasilkan
prototipe wayang yang kemudian berkembang pada Islam. Perwujudan semacam ini mirip dengan bentuk
wayang kulit yang sampai sekarang masih dipertahankan di Bali.
Masih selalu menjadi bahan perbedaan
pendapat, mana yang lebih dulu dicipta, apakah wayang kulit atau relief
candi. Apakah wayang kulit yang
mencontoh relief ata sebaliknya. Tetapi
yang jelas ialah bahwa pada zaman Hindu telah diletakkan dasar-dasar rupa
wayang untuk dikembangkan pada xaman Islam.
Proses pembentukan rupa wayang klaik dicapai pada zaman Islam sebagai
karya seni rupa. Dalam sejarah wayang dikenal
pula jenis wayang beber yang dilihat
dari teknik pembuatannya merupakan karya seni lukis. Tiap adegan cerita dilukiskan pada kain
sebagai sarana pedalangan. Dalam hal ini
seorang dalang tidak memainkan boneka wayang melainkan adegan wayang dengan
membeberkan gulungan kain yang bergambar.
2.
Peranan Kebudayaan
Islam
Sulituntuk
menjawab dengan tepat bilamana ada usaha pertama untuk memainkan wayang sebagai
boneka wayang. Usaha pertama untuk
memainkan wayang diperlukan penemuan teknik baru, yaitu untuk menggerakkan
bagian tangan dari boneka. Bagian tangan
boneka ini, seperti juga pada tubuhnya, diberi pegangan yang disebut gapit.
Usaha untuk melengkapi wayang dengan peralatan agar dapat dimainkan
menurut penyelidikan dari zaman Islam.
Segala gerak dari tokoh wayang dihidupi oleh keterampilan dalang dalam
menggerakkan tangan wayang dengan sikap tertentu. Agama Islam yang pada dasarnya tidak
menghendaki perwujudan makhluk hidup dalam bentuk nyata tidak sampai mengurangi
nilai seni rupa wayang. Tidak sedikit
peranan para pemimpin Islam dalam mengembangkan dan menyempurnakan seni wayang
dengan menambah beberapa jenis wayang seperti wayang krucil dan wayang klitik dan kemudian wayang purwa. Tubuh wayang krucil dibuat dari bahan kayu
gepeng sedangkan tangan dari kulit yang dapat digerakkan sepertu pada wayang
kulit biasa. Wayang krucil atau wayang klitik
mengambil lakon dari cerita yang bersumber dari sejarah Majapahit dan
Blambangan. Lakon wayang ini juga
dimainkan dalam wayang gedog yang dibuat dari papan kayu yang diukir.
Bentuk
rupa dari wayang krucil dan wayang gedog dapat dipandang sebagai bentuk
permulaan dari jenis wayang golek. Wayang golek benar-benar merupakan jenis wayang boneka dengan bentuk tiga
dimensi. Meskipun perwujudannya plastis,
tetapi wajah dan rut muka tokoh wayang dengan tata warnanya masih mengingatkan
bentuk rupa tokoh-tokoh wayang kulit.
Juga apabila dilihat dari segi stilasi dan pengembangan dari bentuk
fisik wayang kulkit. Hal ini tidak
menutup kemungkinanbahwa kelahiran dari kedua jenis wayang terssebut dalam
waktu yang bersamaan, mengingat ide dari boneka wayang nenek moyang yang tiga
dimensional telah dikenal zaman prasejarah.
Mengingat dasar pemikiran animistik pada zaman Hindu masih memegang
peranan, maka tidak mustahil bahwa jenis wayang boneka ini ikut mendasari
kelahiran wayang golek
Seperti
telah diterangkan di depan, nama Islam banyak menghapus alam pikiran lama,
karenanya seni wayang masih dapat dipelihara terus. Dan dalam usaha mengembangkan seni wayang
sebagai sarana da’wah dan media pendidikan para wali dan Sultan berjasa dalam
menciptakan bentuk wayang baru. Di
samping berhasil mengembangkan bentuk rupa wayang, mereka juga mampu memberikan
isi dan pesan barudalam lakon wayang dengan aspek-aspek pandangan falsafah
baru. Lakon wayang yang bersumber pada
cerita Islam seperti cerita Nabi dari Kitab Ambiya dibutuhkan bentuk sumber
rupa baru yang dikenal dengan nama wayang Dobel.
Demikian pula wayang Wahana dan wayang yang menyebabkan Islam
berhasil menciptakan bentuk rupa dan isi lakon baru adalah karena keduduan
wayang yang telah membudaya dalam masyarakat seperti yang telah diterangkan di
depan. Meskipun Islam tidak mengakui
jenis kepercayaan yang animistik dan bersifat Hindu/Budha, namun Islam tidak
menolak wayang sebagai media
pendidikan. Dalam hal ini para mubalig
dan para pemimpin masyarakat Islam, sesuai dengan kepentingan politik
pemerintahannya, memakai dan mengembangkan seni wayang. Karenanya seni wayang sebagai bentuk kesenian
klasik dapat kesempatan untuk berkembang terua di pusat-pusat pemerintahannya,
di samping jenis kesenian klasik lainnya.
Hasil dari pembinaan dan penyebaran jenis seni klasik ini, timbullah
berbagai langgam atau gaya seni wayang kulit atau wayang golek dari Surakarta yang berbeda dengan gaya dari Yogyakarta atau
dari Cirebon. Perbedaan gaya seni ini
meliputi kepandaian teknik sesuai dengan pengaruh tradisi seni daerah
setempat. Sejalan dengan timbulnya
berbagai gaya wayang, timbul pula jenis-jenis wayang baru yang mengambil lakon
baru pula. Ada lakon yang bersumber pada
cerita pokok dari wayang lama, cerita tentang agama, cerita tentang sejarah
sampai kepada cerita tentang kehidupan binatang.
pustaka:
prof. Dr. wiyoso Yudoseputro
Pengantar Seni Rupa Islam Di Indonesia
Angkasa – Bandung 2000
Senin,
05 Januari 2015—14:31 WIB
Slamet
Priyadi
Di
Pangarakan, Bogor
Tidak ada komentar:
Posting Komentar