Selasa, 14 Mei 2013

Penetapan Strategi Pembejaran Kooperatif Tipe STAD Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Matematika Oleh Henny Lestari


Denmas Priyadi Blog │ Rabu, 15 Mei 2013 │ 09:10 WIB

ABSTRAK
Dra. Henny Lestari
Kenyataan rendahnya hasil belajar siswa SMA dalam mata pelajaran matematika mencerminkan bahwa kebanyakan mereka belum mampu membangun konsep pengetahuannya sendiri ketika mengerjakan soal-soal evaluasi dengan penalaran yang benar. Umumnya mereka tidak siap dan tidak terbiasa memecahkan masalah-masalah yang berkaitan dengan pelajaran di sekolah secara mandiri. Sehubungan dengan hal tersebut, penulis telah melakukan penelitian yang bertujuan untuk mgetahui apakah stategi pembelajaran kooperatif tipe STAD dapat meningkatkan hasil belajar siswa dalam mata pelajaran matematika. Metode penelitian yang digunakan adalah metode Penelitian Tindakan Kelas (PTK) yang dilaksanakan dalam dua siklus kegiatan dan setiap siklus terdiri dari perencanaan, tindakan, observasi dan refleksi. Yang menjadi objek penelitian adalah siswa kelas X-3 SMA Negeri 42 Jakarta  yang berjumlah 39 orang dengan tingkat kemampuan yang bervariasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa respon  peserta didik terhadap pembelajaran dengan menggunakan  strategi pembelajaran kooperatif tipe STAD pada mata pelajaran matematika sangat baik. Data yang diperoleh dari hasil test awal rata-rara kelas 68,33, sedangkan pada test akhir siklus I rata-rata kelas 75,10 dan pada akhir siklus II rata-rata kelas menjadi 80,69. Keaktifan peserta didik juga mengalami peningkatan secara signifikan. Dari hasil observasi pada siklus I keaktifan peserta didik rata-rata naik sebesar 8,98% dan pada siklus II sebesar 11,54%. Dengan demikian strategi pembelajaran kooperatif tipe STAD berhasil meningkatkan keaktifan dan hasil belajar matematika pada peserta didik kelas X-3 SMA Negeri 42 Jakarta Semester 2 tahun pelajaran 2011-2012
.
Kata kunci: Hasil belajar, strategi pembelajaran kooperatif tipe STAD

PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang Masalah

  Matematika sebagai salah satu cabang ilmu yang dinilai dapat memberikan kontribusi positip dalam memacu ilmu pengetahuan dan teknologi. Matematika juga mempunyai peranan yang sangat penting untuk ilmu lain utamanya sains dan teknologi, sehingga matematika menjadi sangat penting dalam upaya peningkatan mutu pendidikan. Oleh karena itu peserta didik dituntut untuk menguasai matematika.

Pada tahun pelajaran 2011-2012 ini peneliti mengajar di kelas X SMA Negeri 42 Jakarta, yang menerapkan nilai standard ketuntasan minimal (SKM) untuk Matematika 75. Pada kenyataannya hampir setiap proses pembelajaran di kelas, peserta didik kurang aktif, hanya sedikit yang bertanya, yang dapat menyelesaikan soal terbatas pada peserta didik tertentu saja. Hal ini terjadi pula pada kelas yang akan diteliti (kelas X-3). Akibatnya 56% nilai peserta didik di bawah Standart Ketuntasan Minimum (SKM). Padahal agar dapat memahami materi dengan baik, peserta didik harus memiliki motivasi dan aktif dalam proses pembelajaran. Maka untuk mendorong agar peserta didik ikut aktif menyelesaikan soal, peneliti mencoba menerapkan Strategi Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD.

Pada materi trigonometri banyak peserta didik mengalami kesulitan dalam memecahkan soal, maka dengan penerapan Strategi Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD diharapkan peserta didik saling membantu dalam memecahkan permasalahan.

B.  Rumusan Masalah

1.     Apakah dengan penerapan Strategi Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD dapat meningkatkan hasil belajar matematika?
2.     Apakah dengan penerapan Strategi Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD dapat meningkatkan aktivitas belajar matematika?

C.  Tujuan Penelitian

  Untuk mengetahui aktivitas dan hasil belajar matematika dengan menggunakan Strategi Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD.

D.  Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dari penelitian yang dilakukan ini adalah:

1.   Bagi peserta didik dapat meningkatkan aktivitas dan hasil belajar matematika.
2.   Bagi guru meningkatkan kualitas pembelajaran matematika.
3.   Memberikan input bagi sekolah berkaitan dengan Strategi Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD yang berkualitas.

KAJIAN TEORI

A.        Hakekat Belajar dan Pembelajaran

    Belajar  menurut Gagne seperti  yang dikutip oleh M Purwanto (1990 :84), dinyatakan bahwa ”belajar terjadi apabila situasi stimulus bersama dengan isi ingatan mempengaruhi peserta didik sedemikian rupa hingga perbuatannya berubah dari waktu sebelum ini mengalami situasi itu ke waktu sesudah ia mengalami situasi tadi ”

Menurut Edward Thorndike (1973) bahwa belajar adalah proses orang memperoleh berbagqi kecakapan, ketrampilan dan sikap, belajar mencakup semua sapek tingkah laku dan dapat dilihat dengan nyata, proses itu terjadi dalam diri seseorang yang sedang mengalami belajar.Jadi belajar bukan merupakan tingkah laku yang nampak tetapi merupakan proses yang terjadi secara internal dalam diri individu dalam usahanya memperolah hubungan yang baru yang berupa reaksi-reaksi dan perangsangan–perangsangan.

Ada beberapa prinsip belajar yang dikemukakan oleh Slameto (1991 :27-28), prinsip-prinsip belajar tersebut adalah sebagai berikut :

1.     Belajar harus dapat menimbulkan reenforcement dan motivasi yang kuat  pada siswa untuk mencapai tujuan instruksional
2.     Belajar itu proses kontinyu maka harus tahap demi tahap menurut discovery.
3.     Belajar adalah proses organisasi,adaptasi,eksplorasi dan discovery
4.     Belajar harus dapat mengembangkan kemampuan tertentu sesuai dengan tujuan yang harus dicapai
5.     Belajar memerlukan sarana yang cukup,sehingga siswa dapat belajar dengan tenang
6.     Belajar perlu lingkungan yang menantang,dimana anak dapat mengembangkan kemampuan bereksplorasi dan belajar dengan efektif.
7.     Belajar perlu adanya interaksi siwa dengan lingkungannya.

 Belajar pada prinsipnya adalah proses perubahan tingkah laku sebagai akibat dari interaksi antara peserta didik dengan sumber-sumber atau obyek belajar baik secara sengaja dirancang atau tanpa sengaja dirancang (Suliana,2005). Kegiatan belajar tersebut dapat dihayati (dialami) oleh orang yang sedang belajar. Selain itu kegiatan belajar juga dapat  diamati oleh orang lain. Belajar yang  dihayati oleh seorang pebelajar (peserta didik) ada hubungannya dengan usaha pembelajaran, yang dilakukan oleh pembelajar (guru). Pada satu sisi, belajar yang di alami oleh pebelajar terkait dengan pertumbuhan jasmani yang siap berkembang. Pada sisi lain, kegiatan belajar yang juga berupa perkembangan mental tersebut juga didorong oleh tindakan pendidikan atau pembelajaran. Dengan kata lain, belajar ada kaitannya dengan usaha atau rekayasa pembelajar.

 Dari segi peserta didik, belajar yang dialaminya sesuai dengan pertumbuhan jasmani dan perkembangan mental, akan menghasilkan hasil belajar sebagai dampak pengiring, selanjutnya, dampak pengiring tersebut akan menghasilkan program belajar sendiri sebagai perwujudan emansipasi peserta didik menuju kemandirian. Dari segi guru, kegiatan belajar peserta didik merupakan akibat dari tindakan pendidikan atau pembelajaran. Proses belajar peserta didik tersebut menghasilkan perilaku yang dikehendaki, suatu hasil belajar sebagai dampak pengajaran. (Dimyati & Mudjiono, 2002)

B.    Hakikat Pembelajaran Matematika 

          Matematika adalah suatu bidang ilmu yang merupakan alat pikir, berkomunikasi, alat untuk memecahkan berbagai persoalan praktis, yang unsur-unsurnya logika dan intuisi, analisis dan konstruksi, generalisasi dan individualitas, serta mempunyai cabang-cabang antara lain aritmatika, aljabar, geometri, dan analisis. Hakikat belajar matematika didasarkan pada pandangan konstruktivisme, yakni anak belajar matematika dihadapkan pada masalah tertentu berdasarkan pengetahuan yang diperolehnya ketika belajar dan berusaha memecahkannya. (Hamzah B.Uno,2007).
  Bagi para peserta didik di sekolah, matematika sangat dibutuhkan untuk meningkatkan daya nalar dan melatih diri agar mampu berpikir logis, kritis, sistematis, dan kreatif (G.Polla, 2000).

C.    Hakekat  Hasil Belajar

             Belajar dan mengajar merupakan konsep yang tidak bisa dipisahkan. Beajar merujuk pada apa yang harus dilakukan seseorang sebagai subyek dalam belajar. Sedangkan mengajar merujuk pada apa yang seharusnya dilakukan seseorang guru sebagai pengajar.

             Dua konsep belajar mengajar yang dilakukan oleh siswa dan guru terpadu dalam satu kegiatan. Diantara keduannya itu terjadi interaksi dengan guru. Kemampuan yang dimiliki siswa dari proses belajar mengajar saja harus bisa mendapatkan hasil bisa juga melalui kreatifitas seseorang itu tanpa adanya intervensi orang lain sebagai pengajar.

Oleh karena itu hasil belajar yang dimaksud disini adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki seorang siswa setelah ia menerima perlakukan dari pengajar (guru),  seperti yang dikemukakan oleh Sudjana.

              Hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah menerima pengalaman belajarnya (Sudjana, 2004 : 22). Sedangkan menurut Horwart Kingsley dalam bukunya Sudjana membagi tiga macam hasil belajar mengajar : (1). Keterampilan dan kebiasaan, (2). Pengetahuan dan pengarahan, (3). Sikap dan cita-cita (Sudjana, 2004 : 22).

              Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa hasil belajar adalah kemampuan keterampilan, sikap dan keterampilan yang diperoleh siswa setelah ia menerima perlakuan yang diberikan oleh guru sehingga dapat mengkonstruksikan pengetahuan itu dalam kehidupan sehari-hari.

D.    Pengertian Belajar Tuntas

 Belajar tuntas adalah suatu system yang mengharapkan sebagian besar peserta didik cepat menyelesaikan tujuan instruksional dari satuan atau unit-unit pelajaran secara tuntas.Mengenai ketuntasan, peserta didik yang memperoleh nilai ulangan harian kurang dari Standar Ketuntasan Minimal (SKM) perlu diberikan remedial dengan menitik beratkan pada materi yang belum dikuasai. Pada belajar tuntas, peserta didik diharapkan mencapai tingkat penguasaan tertentu teradap tujuan instruksional dari satuan pelajaran tertentu sebelum melanjutkan ke satuan pelajaran berikutnya.

    Menurut Ramayulis (2005) belajar tuntas  merupakan model pembelajaran yang dapat dilaksanakan di dalam kelas, dengan asumsi bahwa di dalam kondisi yang tepat semua peserta didik akan mampu belajar dengan baik dan memperoleh hasil belajar secara maksimal teradap seluru bahan yang dipelajari.

   Dalam buku karangan Moh. Uzer Usman dan Lilis Setiawati mengemukakan bahwa ”belajar tuntas adalah pencapaian taraf penguasaan minimal yang ditetapkan untuk setiap unit bahan pelajaran baik secara perorangan maupun kelompok sehingga apa yang dipelajari siswa dapat tercapai semua”.

 Menurut Suryosubroto mengemukakan bahwa ”belajar tuntas adalah suatu filsafat yang mengatakan bahwa dengan sistem pengajaran yang tepat semua siswa dapat belajar dengan hasil yang baik dari hampir seluruh materi pelajaran yang diajarkan di sekolah”.

 Sedangkan menurut Kunandar mengemukakan bahwa ”belajar tuntas adalah suatu sistem belajar yang menginginkan sebagian besar peserta didik dapat menguasai tujuan pembelajaran secara    Dipandang dari sudut pendidikan cara belajar mengajar dengan menggunakan konsep belajar tuntas sangatlah menguntungkan bagi siswa, karena hanya dengan cara tersebut setiap siswa dapat dikembangkan secara optimal. Kunandar dalam bukunya guru propesional implementasi kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP) dan persiapan menghadapi sertifikasi guru mengatakan bahwa ketuntasan belajar setiap indikator yang telah ditetapkan dalam suatu kompetensi dasar berkisar antara 0-100%. Kriteria ideal ketuntasan untuk masing-masing indikator 75%. Satuan pendidikan harus menentukan criteria ketuntasan minimal dengan mempertimbangkan tingkat kemampuan ratarata peserta didik serta kemampuan sumber daya pendukung dalam penyelenggaraan pembelajaran. Satuan pendidikan diharapkan meningkatkan kriteria ketuntasan belajar secara terus-menerus untuk mencapai ketuntasan ideal. Berdasarkan uraian di atas, maka model belajar tuntas akan terlaksana apabila:

1)     Siswa menguasai bahan pelajaran yang disajikan secara penuh.
2)     Bahan pengajaran diberikan secara sistematis.

E.    Pengertian Strategi Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD

 STAD singkatan dari Student Teams Achievement Division, merupakan stategi pembelajaran yang dikembangkan oleh Robert Slavin dan teman-teman di Universitas John Hopkin. STAD merupakan pendekatan pembelajaran kooperatif yang paling sederhana. Dalam pelaksanaannya peserta didik dibentuk kelompok, tiap kelompok terdiri dari 4-5 orang yang mempunyai kemampuan berbeda-beda. Setiap kelompok saling membantu satu sama lain untuk memahami materi pelajaran. Ada lima komponen utama dalam pembelajaran kooperatif model STAD yaitu: prestasi kelas, kerja kelompok, kuis, peningkatan nilai individu dan penghargaan kelompok.

  Dalam buku Teknik Mudah Menyusun Karya Tulis (Dr.Sulipan,M.Pd.), langkah–langkah pendekatan pembelajaran model STAD, yaitu :

1.     Menyampaikan standard kompetensi, kompetensi dasar dan indikator yang diharapkan serta memotivasi siswa untuk belajar.
2.     Menyajikan informasi kepada siswa dengan melalui kegiatan demonstrasi atau memberikan bahan bacaan.
3.     Menjelaskan kepada siswa bagaimana cara membentuk kelompok belajar dan membantu setiap kelompok agar melakukan diskusi secara efisien.
4.     Membimbing setiap kelompok belajar pada saat mereka mengejakan tugas.
5.     Mengevaluasi asil belajar tentang materi yang tela dipelajari atau masing-masing kelompok mempresentasikan hasil kerjanya.
6.     Mencari cara-cara untuk menghargai hasil belajar siswa baik secara individu maupun kelompok.

F.    Kerangka Berfikir

   Untuk meningkatkan prestasi belajar matematika pada materi trigonometri dengan stategi pembelajaran kooperatif tipe STAD peneliti anggap paling tepat karena mempunyai beberapa keunggulan antara lain:

1.     Peserta didik bekerja sama mencapai tujuan dengan menjunjung tinggi norma-norma kelompok.
2.     Peserta didik aktif membantu dan memotivasi semangat untuk berhasil bersama
3.     Interaksi antar peserta didik seiring dengan peningkatan kemampuan mereka dalam berpendapat.

          Selain keunggulan-keunggulan tersebut pembelajaran kooperatif model STAD juga memiliki kekurangan, diantaranya:

1.     Membutuhkan waktu yang lebih lama.
2.     Membutuhkan kemampuan khusus guru.

         Kekurangan-kekurangan ini tidak ada artinya dengan apa yang akan dicapai peserta didik setelah kegiatan pembelajaran maupun pada waktu proses sedang berlangsung. Diharapkan semua peserta didik ikut aktif dalam kelompoknya sehingga tidak ada waktu yang hilang sia-sia dan akhirnya hasil belajar meningkat.

G.    Hipotesis Tindakan

          Berdasarkan tinjauan kerangka berfikir di atas, hipotesis tindakan penelitian ini adalah “Bila menggunakan metode pembelajaran kooperatif model STAD dalam proses belajar, maka hasil belajar peserta didik dalam belajar matematika pada materi trigonometri akan meningkat secara signifikan”

METODE PENELITIAN

Penelitian ini merupakan  jenis penelitian tindakan kelas  yang terdiri dari 2 siklus, menggunakan model Kemmis&Mc Taggart(1988) yang menyatakan bahwa dalam satu siklus terdiri  dari 4 langkah yaitu : Perencanaan (Planning), pelaksanaan (Action), Pengamatan (Observation) dan Refleksi (Reflective). Penelitian akan dilanjutkan jika tindakan yang diberikan belum mencapai indikator yang diharapkan. Penelitian ini dilaksanakan di SMA Negeri 42 Jakarta selama 4 bulan mulai bulan Januari 2012 sampai dengan bulan April 2012 pada mata pelajaran matematika di semester 2 dengaan subyek penelitian  peserta didik kelas X-3 berjumlah 39 orang.

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Deskripsi Setting Penelitian

           Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari sampai April 2012 di SMA Negeri 42 Jakarta dengan subyek penelitian kelas X-3 yang berjumlah 39 orang peserta didik. Penelitian ini diawali dengan test awal yang bertujuan untuk mengetahui tingkat kemampuan peserta didik, yang selanjutnya sebagai dasar pembentukan kelompok heterogen (dalam tiap kelompok terdiri dari peserta didik yang berbeda-beda kemampuannya), dalam penerapan strategi pembelajaran kooperatif tipe STAD untuk meningkatkan keaktifan dan hasil belajar matematika. Dari kegiatan tersebut diperoleh data sebagai berikut:

B. Hasil Penelitian

     1.  Hasil Test Awal

            Sebelum melakukan tindakan, peneliti melaksanakan pratindakan dengan melakukan test awal dengan hasil pada Table 4 berikut:
Tabel 4. Rekapitulasi Hasil Test Awal
No
∑ peserta didik
Rata-rata
Tuntas
Tidak tuntas
1
39
68,33
17
22

           Dari data hasil test awal pada tabel 4 di atas dapat dilihat bahwa dari 39 orang peserta didik yang mengikuti test awal, peserta didik  yang tuntas dengan Standart Ketuntasan Minimum (SKM) 75 hanya 17 orang dengan rata-rata nilai 68,33.Dari hasil test awal tersebut  peneliti membentuk kelompok STAD yang masing-masing kelompok terdiri dari 5 peserta didik yang heterogen tingkat kemampuannya. Data terlampir.

2.      Hasil pengamatan siklus I
Tabel 5. Rekapitulasi data observasi siklus I
Pertemuan ke:
∑ Peserta didik
Aktif
Kurang aktif
Tidak aktif
Presentase yang aktif
1.
39
16
14
19
41,02%
2.
39
19
13
7
48,71%
3.
39
23
11
5
58,97%

         Dari hasil rekapitulasi data observasi siklus I pertemuan 1 terlihat bahwa peserta didik masih banyak yang tidak aktif dalam kerja kelompok model STAD, hal ini kemungkinan anak masih bingung dan bagi yang merasa bisa belum mau memberikan bantuan kepada teman-temanya yang kurang mampu. Pada pertemuan 2 sudah ada peningkatan dari 16 peserta didik yang aktif pada pertemuan 1 menjadi 19 dan pada pertemuan 3 yang aktif menjadi 23 peserta didik.

3.      Hasil Nilai Tes Akhir Siklus I

   Tabel 6. Rekapitulasi Nilai Test Akhir Siklus I
No
∑ Peserta didik
∑ Nilai
Rata-rata
1
39
2929
75,10

Dari hasil nilai test akhir siklus I diperoleh rata-rata kelas 75,10, ini menunjukkan bahwa masih banyak peserta didik yang nilainya di bawah kriteria ketuntasan minimal (KKM) 75, dari data diperoleh masih ada 14 orang peserta didik yang belum tuntas(data terlampir).

4.     . Refleksi
            Dari hasil rekapitulasi data observasi masih nampak jelas bahwa masih banyak peserta didik yang kurang aktif, bahkan yang tidak aktif lebih banyak. Dari hasil nilai test akhir siklus I rata-rata kelas juga masih kecil dan masih banyak peserta didik yang nilainya di bawah kriteria ketuntasan minimal (KKM 75), data terlampir.

           Untuk mengatasi hal tersebut di atas peneliti memindahkan beberapa peserta didik ke dalam kelompok STAD yang berbeda dan diharapkan dalam kelompok yang baru mereka akan lebih aktif dan akhirnya dapat meningkatkan prestasinya (data terlampir).

5.      Hasil PengamatanSsiklus II

Tabel 7. Rekapitulasi Data Observasi siklus II
Pertemuan ke:
 ∑ Peserta Didik
Aktif
Kurang Aktif
Tidak Aktif
Presentase yang Aktif
1
39
27
8
3
69,23%
2
39
33
6
0
84,61%
3
38
36
3
0
92,31%
         Dari hasil pengamatan pada siklus II di atas, terlihat keaktifan peserta didik mengalami kenaikan, bila pada siklus I pertemuan ke 3 yang aktif 58,97% di siklus II pertemuan pertama peserta didik yang aktif 69,23 dan pertemuan ke 2 adalah 84,61% bahkan pada pertemuan ke 3 menjadi 92,31%. Hal ini menunjukkan bahwa penggunaan strategi pembelajaran kooperatif tipe STAD dapat meningkatkan keaktifan peserta didik.

6.     . Hasil Nilai Test Akhir Siklus II

Tabel 8. Rekapitulasi Hasil Nilai Test Akhir Siklus II
No
∑ Peserta Didik
∑ Nilai
Rata-rata
1
39
3147
80,69
Dari hasil nilai test akhir siklus II diperoleh rata-rata kelas 80,69, ini menunjukkan bahwa tinggal sedikit peserta didik yang nilainya di bawah kriteria ketuntasan minimal (KKM) 75, dari data diperoleh masih ada 3 orang peserta didik yang belum tuntas(data terlampir).

D.    Pembahasan

  Dari data hasil observasi pada siklus II, keaktifan peserta didik mengalami peningkatan yang signifikan yaitu 10,26%, dari pertemuan 3 siklus I yang aktif 58,97% menjadi 69,23% pada pertemuan 1 siklus II, meningkat lagi menjadi 84,61% pada pertemuan 2 siklus II, dan bahkan meningkat lagi pada pertemuan 3 siklus II menjadi 92,31%. Dari hasil test akhir  siklus II rata-rata kelas juga mengalami peningkatan sebesar 5,59 dari 75,10 pada akhir siklus I menjadi 80,69 pada akhir siklus II.

Analisa Data

a. Untuk mengetahui apakah strategi pembelajaran kooperatif tipe STAD sudah berjalan baik dan dapat meningkatkan keaktifan peserta didik dalam belajar matematika, dilakukan perbandingan pengamatan antara siklus I dan siklus II.

Tabel 9. Perbandingan Keaktifan Peserta Didik dari Hasil Observasi Siklus I dan Siklus II
Siklus ke:
Pertemuan ke:
∑ Siswa
Aktif
Kurang Aktif
Tidak Aktif
Persentase yang aktif
I
1
39
16
14
9
41,02%

2
39
19
13
7
48,71%

3
39
23
11
5
58,97%
II
1
39
27
8
3
69,23%

2
39
33
6
0
84,61%

3
39
36
3
0
92,31%

         Dari tabel di atas terlihat peserta didik yang aktif persentasenya selalu naik, dari siklus I keaktifan rata-rata naik 8,98%, sedangkan pada siklus II, rata-rata naik sebesar 11,54%. Hal ini menunjukkan bahwa strategi pembelajaran kooperatif tipe STAD dapat meningkatkan keaktifan peserta didik pada pelajaran matematika.
b. Untuk mengetahui apakah strategi pembelajaran kooperatif tipe STAD dapat meningkatkan prestasi belajar peserta didik pada pelajaran matematika, dilakukan perbandingan hasil test akhir siklus I dan II.
Tabel 10. Perbandingan Nilai Test Akhir Siklus I dan II
Test Akhir Siklus
∑ Peserta Didik
∑ Nilai
Rata-rata
I
39
2929
75,10
II
39
3147
80,69

          Dari tabel di atas terlihat bahwa hasil test akhir siklus I ke test akhir siklus II ada peningkatan rata-rata sebesar 5,59 (dalam puluhan) atau 0,56 (dalam satuan). Hal ini menunjukkan bahwa strategi pembelajaran kooperatif tipe STAD dapat meningkatkan hasil belajar peserta didik pada pelajaran matematika.


DIAGRAM HASIL PENELITIAN

        Dari diagram hasil penelitian terlihat bahwa keaktifan siswa mengalami kenaikan, banyak siswa yang memenuhi Standar Ketuntasan Minimum (SKM) mengalami kenaikan dan nilai rata-rata hasil belajarnya mengalami kenaikan. Hal ini menunjukkan bahwa strategi pembelajaran kooperatif tipe STAD dapat meningkatkan keaktifan dan hasil belajar peserta didik pada mata pelajaran matematika.

KESIMPULAN DAN SARAN

A.    Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan dapat diperoleh kesimpulan bahwa melalui penerapan strategi pembelajaran kooperatif tipe STAD ( Student Team Achievement Division) dapat meningkatkan aktifitas dan prestasi belajar matematika pada kompetensi Trigonometri di kelas X-3 SMA Negeri 42 Jakarta. Penerapan strategi pembelajaran kooperatif tipe STAD dapat memberikan hasil yaitu:
1.     Hasil belajar peserta didik meningkat secara signifikan, dilihat dari rata-rata kelas yang selalu meningkat yaitu dari test awal rara-rata kelasnya 68,33, pada hasil test akhir siklus I menjadi 75,10 berarti ada peningkatan sebesar 0,67 (dalam satuan) atau 6,7 (dalam puluhan). Pada akhir siklus II rata-ratanya menjadi 80,69 meningkat sebesar 12,36 (dalam puluhan) atau 1,24 (dalam satuan).
2.     Aktifitas peserta didik meningkat secara signifikan yaitu rata-rata naik    5,98% pada siklus I dan 7,69% pada siklus II.

B.    Saran

Dalam penerapan strategi pembelajaran kooperatif  tipe STAD sebagai upaya untuk meningkatkan keaktifan dan prestasi belajar peserta didik pada pelajaran matematika, maka beberapa saran dari peneliti adalah:
1.     Karena pembelajaran dengan strategi pembelajaran kooperatif tipe STAD dapat  meningkatkan keaktifan dan prestasi belajar peserta didik maka dihimbau agar metode ini dipakai pada kegiatan belajar mengajar.
2.     Peneliti mengajak para guru untuk menulis PTK (Penelitian Tindakan Kelas) dalam rangka meningkatkan profesionalisme guru.
3.     Sekolah hendaknya memberikan motivasi kepada guru dengan memberikan sarana sehingga proses pembelajaran dapat berjalan dengan lancar.


DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, Suharsimi & Suhardjono & Supardi, (2006), Penelitian Tindakan Kelas, Jakarta: Bumi Aksara.
http://www pembelajaran model STAD, Rabu, 28 September 2011.
Lampiran Per Men-Dik Nas, No. 19, 2005.
Nini Ibrahim, 2010, Model-model Pembelajaran Inovative.
Polla, G, 2000, Upaya Menciptakan Pengajaran Matematika yang Menyenangkan, Jakarta: UNJ.
Slameto, 2003, Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya, Jakarta: PT Rineka Cipta.
Suharjono Supardi, 2011, Strategi Menyusun Penelitian Tindakan Kelas, Yogyakarta: Andi Offsed.
Supardi, 2011, Publikasi Ilmiah non Penelitian, cetakan kedua, Yogyakarta: Andi Offsed.
Trianto, 2007, Model-model pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivistik, Jakart : Prestasi Pustaka Publisher.

Penulis :
Dra. Henny Lestari – Guru SMA Negeri 42 Jakarta

Tidak ada komentar:

Posting Komentar