Denmas
Priyadi Blog │ Rabu, 15 Mei 2013 │ 09:10 WIB
ABSTRAK
Dra. Henny Lestari |
.
Kata kunci: Hasil belajar, strategi pembelajaran
kooperatif tipe STAD
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah
Matematika sebagai salah satu cabang ilmu yang dinilai dapat memberikan
kontribusi positip dalam memacu ilmu pengetahuan dan teknologi. Matematika juga
mempunyai peranan yang sangat penting untuk ilmu lain utamanya sains dan
teknologi, sehingga matematika menjadi sangat penting dalam upaya peningkatan
mutu pendidikan. Oleh karena itu peserta didik dituntut untuk menguasai
matematika.
Pada tahun pelajaran 2011-2012 ini peneliti
mengajar di kelas X SMA Negeri 42 Jakarta, yang menerapkan nilai standard ketuntasan
minimal (SKM) untuk Matematika 75. Pada kenyataannya hampir setiap proses
pembelajaran di kelas, peserta didik kurang aktif, hanya sedikit yang bertanya,
yang dapat menyelesaikan soal terbatas pada peserta didik tertentu saja. Hal
ini terjadi pula pada kelas yang akan diteliti (kelas X-3). Akibatnya 56% nilai
peserta didik di bawah Standart Ketuntasan Minimum (SKM). Padahal agar dapat
memahami materi dengan baik, peserta didik harus memiliki motivasi dan aktif
dalam proses pembelajaran. Maka untuk mendorong agar peserta didik ikut aktif
menyelesaikan soal, peneliti mencoba menerapkan Strategi Pembelajaran
Kooperatif Tipe STAD.
Pada materi trigonometri banyak peserta didik
mengalami kesulitan dalam memecahkan soal, maka dengan penerapan Strategi
Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD diharapkan peserta didik saling membantu
dalam memecahkan permasalahan.
B.
Rumusan Masalah
1.
Apakah
dengan penerapan Strategi Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD dapat meningkatkan
hasil belajar matematika?
2.
Apakah
dengan penerapan Strategi Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD dapat meningkatkan
aktivitas belajar matematika?
C.
Tujuan Penelitian
Untuk mengetahui
aktivitas dan hasil belajar matematika dengan menggunakan Strategi Pembelajaran
Kooperatif Tipe STAD.
D.
Manfaat Penelitian
Manfaat
yang diharapkan dari penelitian yang dilakukan ini adalah:
1.
Bagi
peserta didik dapat meningkatkan aktivitas dan hasil belajar matematika.
2.
Bagi
guru meningkatkan kualitas pembelajaran matematika.
3.
Memberikan
input bagi sekolah berkaitan dengan Strategi Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD
yang berkualitas.
KAJIAN
TEORI
A.
Hakekat Belajar dan
Pembelajaran
Belajar menurut Gagne seperti yang dikutip oleh M Purwanto (1990 :84),
dinyatakan bahwa ”belajar terjadi apabila situasi stimulus bersama dengan isi
ingatan mempengaruhi peserta didik sedemikian rupa hingga perbuatannya berubah
dari waktu sebelum ini mengalami situasi itu ke waktu sesudah ia mengalami
situasi tadi ”
Menurut Edward Thorndike (1973) bahwa belajar adalah
proses orang memperoleh berbagqi kecakapan, ketrampilan dan sikap, belajar
mencakup semua sapek tingkah laku dan dapat dilihat dengan nyata, proses itu
terjadi dalam diri seseorang yang sedang mengalami belajar.Jadi belajar bukan
merupakan tingkah laku yang nampak tetapi merupakan proses yang terjadi secara
internal dalam diri individu dalam usahanya memperolah hubungan yang baru yang
berupa reaksi-reaksi dan perangsangan–perangsangan.
Ada beberapa prinsip belajar yang dikemukakan oleh
Slameto (1991 :27-28), prinsip-prinsip belajar tersebut adalah sebagai berikut
:
1. Belajar harus dapat menimbulkan reenforcement dan motivasi yang
kuat pada siswa untuk mencapai tujuan
instruksional
2. Belajar itu proses kontinyu maka harus tahap demi tahap menurut discovery.
3. Belajar adalah proses organisasi,adaptasi,eksplorasi dan discovery
4. Belajar harus dapat mengembangkan kemampuan tertentu sesuai dengan tujuan
yang harus dicapai
5. Belajar memerlukan sarana yang cukup,sehingga siswa dapat belajar dengan
tenang
6. Belajar perlu lingkungan yang menantang,dimana anak dapat mengembangkan
kemampuan bereksplorasi dan belajar dengan efektif.
7. Belajar perlu adanya interaksi siwa dengan lingkungannya.
Belajar pada prinsipnya
adalah proses perubahan tingkah laku sebagai akibat dari interaksi antara
peserta didik dengan sumber-sumber atau obyek belajar baik secara sengaja
dirancang atau tanpa sengaja dirancang (Suliana,2005). Kegiatan belajar
tersebut dapat dihayati (dialami) oleh orang yang sedang belajar. Selain itu
kegiatan belajar juga dapat diamati oleh
orang lain. Belajar yang dihayati oleh
seorang pebelajar (peserta didik) ada hubungannya dengan usaha pembelajaran,
yang dilakukan oleh pembelajar (guru). Pada satu sisi, belajar yang di alami
oleh pebelajar terkait dengan pertumbuhan jasmani yang siap berkembang. Pada
sisi lain, kegiatan belajar yang juga berupa perkembangan mental tersebut juga
didorong oleh tindakan pendidikan atau pembelajaran. Dengan kata lain, belajar
ada kaitannya dengan usaha atau rekayasa pembelajar.
Dari segi peserta didik,
belajar yang dialaminya sesuai dengan pertumbuhan jasmani dan perkembangan
mental, akan menghasilkan hasil belajar sebagai dampak pengiring, selanjutnya,
dampak pengiring tersebut akan menghasilkan program belajar sendiri sebagai perwujudan
emansipasi peserta didik menuju kemandirian. Dari segi guru, kegiatan belajar
peserta didik merupakan akibat dari tindakan pendidikan atau pembelajaran.
Proses belajar peserta didik tersebut menghasilkan perilaku yang dikehendaki,
suatu hasil belajar sebagai dampak pengajaran. (Dimyati & Mudjiono, 2002)
B.
Hakikat Pembelajaran Matematika
Matematika adalah suatu bidang ilmu yang
merupakan alat pikir, berkomunikasi, alat untuk memecahkan berbagai persoalan
praktis, yang unsur-unsurnya logika dan intuisi, analisis dan konstruksi,
generalisasi dan individualitas, serta mempunyai cabang-cabang antara lain
aritmatika, aljabar, geometri, dan analisis. Hakikat belajar matematika
didasarkan pada pandangan konstruktivisme, yakni anak belajar matematika
dihadapkan pada masalah tertentu berdasarkan pengetahuan yang diperolehnya
ketika belajar dan berusaha memecahkannya. (Hamzah B.Uno,2007).
Bagi para peserta didik di
sekolah, matematika sangat dibutuhkan untuk meningkatkan daya nalar dan melatih
diri agar mampu berpikir logis, kritis, sistematis, dan kreatif (G.Polla,
2000).
C.
Hakekat Hasil Belajar
Belajar dan
mengajar merupakan konsep yang tidak bisa dipisahkan. Beajar merujuk pada apa
yang harus dilakukan seseorang sebagai subyek dalam belajar. Sedangkan mengajar
merujuk pada apa yang seharusnya dilakukan seseorang guru sebagai pengajar.
Dua konsep belajar mengajar yang dilakukan
oleh siswa dan guru terpadu dalam satu kegiatan. Diantara keduannya itu terjadi
interaksi dengan guru. Kemampuan yang dimiliki siswa dari proses belajar
mengajar saja harus bisa mendapatkan hasil bisa juga melalui kreatifitas
seseorang itu tanpa adanya intervensi orang lain sebagai pengajar.
Oleh karena itu hasil belajar yang
dimaksud disini adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki seorang siswa setelah
ia menerima perlakukan dari pengajar (guru), seperti yang dikemukakan
oleh Sudjana.
Hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang
dimiliki siswa setelah menerima pengalaman belajarnya (Sudjana, 2004 : 22).
Sedangkan menurut Horwart Kingsley dalam bukunya Sudjana membagi tiga macam
hasil belajar mengajar : (1). Keterampilan dan kebiasaan, (2). Pengetahuan dan
pengarahan, (3). Sikap dan cita-cita (Sudjana, 2004 : 22).
Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa hasil
belajar adalah kemampuan keterampilan, sikap dan keterampilan yang
diperoleh siswa setelah ia menerima perlakuan yang diberikan oleh guru sehingga
dapat mengkonstruksikan pengetahuan itu dalam kehidupan sehari-hari.
D.
Pengertian Belajar Tuntas
Belajar tuntas adalah suatu system yang
mengharapkan sebagian besar peserta didik cepat menyelesaikan tujuan
instruksional dari satuan atau unit-unit pelajaran secara tuntas.Mengenai
ketuntasan, peserta didik yang memperoleh nilai ulangan harian kurang dari
Standar Ketuntasan Minimal (SKM) perlu diberikan remedial dengan menitik
beratkan pada materi yang belum dikuasai. Pada belajar tuntas, peserta didik
diharapkan mencapai tingkat penguasaan tertentu teradap tujuan instruksional
dari satuan pelajaran tertentu sebelum melanjutkan ke satuan pelajaran
berikutnya.
Menurut Ramayulis (2005) belajar tuntas merupakan model pembelajaran yang dapat
dilaksanakan di dalam kelas, dengan asumsi bahwa di dalam kondisi yang tepat
semua peserta didik akan mampu belajar dengan baik dan memperoleh hasil belajar
secara maksimal teradap seluru bahan yang dipelajari.
Dalam
buku karangan Moh. Uzer Usman dan Lilis Setiawati mengemukakan bahwa ”belajar
tuntas adalah pencapaian taraf penguasaan minimal yang ditetapkan untuk setiap
unit bahan pelajaran baik secara perorangan maupun kelompok sehingga apa yang
dipelajari siswa dapat tercapai semua”.
Menurut Suryosubroto mengemukakan bahwa
”belajar tuntas adalah suatu filsafat yang mengatakan bahwa dengan sistem
pengajaran yang tepat semua siswa dapat belajar dengan hasil yang baik dari hampir
seluruh materi pelajaran yang diajarkan di sekolah”.
Sedangkan menurut Kunandar mengemukakan bahwa
”belajar tuntas adalah suatu sistem belajar yang menginginkan sebagian besar
peserta didik dapat menguasai tujuan pembelajaran secara Dipandang dari sudut pendidikan cara
belajar mengajar dengan menggunakan konsep belajar tuntas sangatlah
menguntungkan bagi siswa, karena hanya dengan cara tersebut setiap siswa dapat
dikembangkan secara optimal. Kunandar dalam bukunya guru propesional implementasi kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP) dan
persiapan menghadapi sertifikasi guru mengatakan bahwa ketuntasan
belajar setiap indikator yang telah ditetapkan dalam suatu kompetensi dasar
berkisar antara 0-100%. Kriteria ideal ketuntasan untuk masing-masing indikator
75%. Satuan pendidikan harus menentukan criteria ketuntasan minimal dengan
mempertimbangkan tingkat kemampuan ratarata peserta didik serta kemampuan
sumber daya pendukung dalam penyelenggaraan pembelajaran. Satuan pendidikan
diharapkan meningkatkan kriteria ketuntasan belajar secara terus-menerus untuk
mencapai ketuntasan ideal. Berdasarkan uraian di atas, maka model belajar
tuntas akan terlaksana apabila:
1)
Siswa
menguasai bahan pelajaran yang disajikan secara penuh.
2)
Bahan
pengajaran diberikan secara sistematis.
E.
Pengertian Strategi Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD
STAD singkatan dari Student Teams
Achievement Division, merupakan stategi pembelajaran yang dikembangkan oleh
Robert Slavin dan teman-teman di Universitas John Hopkin. STAD merupakan pendekatan
pembelajaran kooperatif yang paling sederhana. Dalam pelaksanaannya peserta
didik dibentuk kelompok, tiap kelompok terdiri dari 4-5 orang yang mempunyai
kemampuan berbeda-beda. Setiap kelompok saling membantu satu sama lain untuk
memahami materi pelajaran. Ada lima komponen utama dalam pembelajaran
kooperatif model STAD yaitu: prestasi kelas, kerja kelompok, kuis, peningkatan
nilai individu dan penghargaan kelompok.
Dalam
buku Teknik Mudah Menyusun Karya Tulis (Dr.Sulipan,M.Pd.), langkah–langkah
pendekatan pembelajaran model STAD, yaitu :
1.
Menyampaikan
standard kompetensi, kompetensi dasar dan indikator yang diharapkan serta
memotivasi siswa untuk belajar.
2.
Menyajikan
informasi kepada siswa dengan melalui kegiatan demonstrasi atau memberikan
bahan bacaan.
3.
Menjelaskan
kepada siswa bagaimana cara membentuk kelompok belajar dan membantu setiap
kelompok agar melakukan diskusi secara efisien.
4.
Membimbing
setiap kelompok belajar pada saat mereka mengejakan tugas.
5.
Mengevaluasi
asil belajar tentang materi yang tela dipelajari atau masing-masing kelompok
mempresentasikan hasil kerjanya.
6.
Mencari
cara-cara untuk menghargai hasil belajar siswa baik secara individu maupun
kelompok.
F.
Kerangka Berfikir
Untuk
meningkatkan prestasi belajar matematika pada materi trigonometri dengan
stategi pembelajaran kooperatif tipe STAD peneliti anggap paling tepat karena
mempunyai beberapa keunggulan antara lain:
1.
Peserta
didik bekerja sama mencapai tujuan dengan menjunjung tinggi norma-norma
kelompok.
2.
Peserta
didik aktif membantu dan memotivasi semangat untuk berhasil bersama
3.
Interaksi
antar peserta didik seiring dengan peningkatan kemampuan mereka dalam
berpendapat.
Selain keunggulan-keunggulan tersebut
pembelajaran kooperatif model STAD juga memiliki kekurangan, diantaranya:
1.
Membutuhkan
waktu yang lebih lama.
2.
Membutuhkan
kemampuan khusus guru.
Kekurangan-kekurangan ini tidak ada
artinya dengan apa yang akan dicapai peserta didik setelah kegiatan
pembelajaran maupun pada waktu proses sedang berlangsung. Diharapkan semua
peserta didik ikut aktif dalam kelompoknya sehingga tidak ada waktu yang hilang
sia-sia dan akhirnya hasil belajar meningkat.
G.
Hipotesis Tindakan
Berdasarkan tinjauan kerangka berfikir di
atas, hipotesis tindakan penelitian ini adalah “Bila menggunakan metode
pembelajaran kooperatif model STAD dalam proses belajar, maka hasil belajar
peserta didik dalam belajar matematika pada materi trigonometri akan meningkat
secara signifikan”
METODE
PENELITIAN
Penelitian ini merupakan jenis penelitian tindakan kelas yang terdiri dari 2 siklus, menggunakan model Kemmis&Mc Taggart(1988) yang menyatakan bahwa dalam
satu
siklus terdiri dari 4 langkah yaitu : Perencanaan (Planning), pelaksanaan
(Action),
Pengamatan (Observation) dan Refleksi
(Reflective). Penelitian
akan dilanjutkan jika tindakan yang diberikan belum mencapai indikator yang
diharapkan. Penelitian ini dilaksanakan di SMA Negeri 42 Jakarta selama 4 bulan mulai bulan Januari 2012 sampai
dengan bulan April 2012 pada mata pelajaran matematika di semester 2 dengaan
subyek penelitian peserta didik kelas
X-3 berjumlah 39 orang.
HASIL
PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A.
Deskripsi Setting Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada
bulan Januari sampai April 2012 di SMA Negeri 42 Jakarta dengan subyek
penelitian kelas X-3 yang berjumlah 39 orang peserta didik. Penelitian ini
diawali dengan test awal yang bertujuan untuk mengetahui tingkat kemampuan
peserta didik, yang selanjutnya sebagai dasar pembentukan kelompok heterogen
(dalam tiap kelompok terdiri dari peserta didik yang berbeda-beda
kemampuannya), dalam penerapan strategi pembelajaran kooperatif tipe STAD untuk
meningkatkan keaktifan dan hasil belajar matematika. Dari kegiatan tersebut
diperoleh data sebagai berikut:
B.
Hasil Penelitian
1.
Hasil Test Awal
Sebelum melakukan tindakan, peneliti
melaksanakan pratindakan dengan melakukan test awal dengan hasil pada Table 4
berikut:
Tabel 4. Rekapitulasi Hasil Test Awal
No
|
∑ peserta didik
|
Rata-rata
|
Tuntas
|
Tidak tuntas
|
1
|
39
|
68,33
|
17
|
22
|
Dari data hasil test awal pada tabel
4 di atas dapat dilihat bahwa dari 39 orang peserta didik yang mengikuti test
awal, peserta didik yang tuntas dengan
Standart Ketuntasan Minimum (SKM) 75 hanya 17 orang dengan rata-rata nilai
68,33.Dari hasil test awal tersebut
peneliti membentuk kelompok STAD yang masing-masing kelompok terdiri
dari 5 peserta didik yang heterogen tingkat kemampuannya. Data terlampir.
2.
Hasil pengamatan
siklus I
Tabel 5. Rekapitulasi data observasi siklus I
Pertemuan
ke:
|
∑ Peserta
didik
|
Aktif
|
Kurang
aktif
|
Tidak
aktif
|
Presentase
yang aktif
|
1.
|
39
|
16
|
14
|
19
|
41,02%
|
2.
|
39
|
19
|
13
|
7
|
48,71%
|
3.
|
39
|
23
|
11
|
5
|
58,97%
|
Dari
hasil rekapitulasi data observasi siklus I pertemuan 1 terlihat bahwa peserta
didik masih banyak yang tidak aktif dalam kerja kelompok model STAD, hal ini
kemungkinan anak masih bingung dan bagi yang merasa bisa belum mau memberikan
bantuan kepada teman-temanya yang kurang mampu. Pada pertemuan 2 sudah ada
peningkatan dari 16 peserta didik yang aktif pada pertemuan 1 menjadi 19 dan
pada pertemuan 3 yang aktif menjadi 23 peserta didik.
3.
Hasil Nilai Tes
Akhir Siklus I
Tabel 6. Rekapitulasi Nilai Test Akhir
Siklus I
No
|
∑
Peserta didik
|
∑
Nilai
|
Rata-rata
|
1
|
39
|
2929
|
75,10
|
Dari
hasil nilai test akhir siklus I diperoleh rata-rata kelas 75,10, ini
menunjukkan bahwa masih banyak peserta didik yang nilainya di bawah kriteria
ketuntasan minimal (KKM) 75, dari data diperoleh masih ada 14 orang peserta
didik yang belum tuntas(data terlampir).
4.
. Refleksi
Dari hasil rekapitulasi data
observasi masih nampak jelas bahwa masih banyak peserta didik yang kurang
aktif, bahkan yang tidak aktif lebih banyak. Dari hasil nilai test akhir siklus
I rata-rata kelas juga masih kecil dan masih banyak peserta didik yang nilainya
di bawah kriteria ketuntasan minimal (KKM 75), data terlampir.
Untuk mengatasi hal tersebut di atas
peneliti memindahkan beberapa peserta didik ke dalam kelompok STAD yang berbeda
dan diharapkan dalam kelompok yang baru mereka akan lebih aktif dan akhirnya
dapat meningkatkan prestasinya (data terlampir).
5.
Hasil
PengamatanSsiklus II
Tabel
7. Rekapitulasi Data Observasi siklus II
Pertemuan
ke:
|
∑ Peserta Didik
|
Aktif
|
Kurang
Aktif
|
Tidak
Aktif
|
Presentase
yang Aktif
|
1
|
39
|
27
|
8
|
3
|
69,23%
|
2
|
39
|
33
|
6
|
0
|
84,61%
|
3
|
38
|
36
|
3
|
0
|
92,31%
|
Dari hasil pengamatan pada siklus II
di atas, terlihat keaktifan peserta didik mengalami kenaikan, bila pada siklus
I pertemuan ke 3 yang aktif 58,97% di siklus II pertemuan pertama peserta didik
yang aktif 69,23 dan pertemuan ke 2 adalah 84,61% bahkan pada pertemuan ke 3
menjadi 92,31%. Hal ini menunjukkan bahwa penggunaan strategi pembelajaran
kooperatif tipe STAD dapat meningkatkan keaktifan peserta didik.
6.
. Hasil Nilai Test Akhir Siklus II
Tabel
8. Rekapitulasi Hasil Nilai Test Akhir Siklus II
No
|
∑
Peserta Didik
|
∑
Nilai
|
Rata-rata
|
1
|
39
|
3147
|
80,69
|
Dari
hasil nilai test akhir siklus II diperoleh rata-rata kelas 80,69, ini
menunjukkan bahwa tinggal sedikit peserta didik yang nilainya di bawah kriteria
ketuntasan minimal (KKM) 75, dari data diperoleh masih ada 3 orang peserta
didik yang belum tuntas(data terlampir).
D.
Pembahasan
Dari data hasil observasi pada siklus II,
keaktifan peserta didik mengalami peningkatan yang signifikan yaitu 10,26%,
dari pertemuan 3 siklus I yang aktif 58,97% menjadi 69,23% pada pertemuan 1
siklus II, meningkat lagi menjadi 84,61% pada pertemuan 2 siklus II, dan bahkan
meningkat lagi pada pertemuan 3 siklus II menjadi 92,31%. Dari hasil test
akhir siklus II rata-rata kelas juga
mengalami peningkatan sebesar 5,59 dari 75,10 pada akhir siklus I menjadi 80,69
pada akhir siklus II.
Analisa
Data
a.
Untuk mengetahui apakah strategi pembelajaran kooperatif tipe STAD sudah
berjalan baik dan dapat meningkatkan keaktifan peserta didik dalam belajar
matematika, dilakukan perbandingan pengamatan antara siklus I dan siklus II.
Tabel
9. Perbandingan Keaktifan Peserta Didik dari Hasil Observasi Siklus I dan
Siklus II
Siklus
ke:
|
Pertemuan
ke:
|
∑
Siswa
|
Aktif
|
Kurang
Aktif
|
Tidak
Aktif
|
Persentase
yang aktif
|
I
|
1
|
39
|
16
|
14
|
9
|
41,02%
|
2
|
39
|
19
|
13
|
7
|
48,71%
|
|
3
|
39
|
23
|
11
|
5
|
58,97%
|
|
II
|
1
|
39
|
27
|
8
|
3
|
69,23%
|
2
|
39
|
33
|
6
|
0
|
84,61%
|
|
3
|
39
|
36
|
3
|
0
|
92,31%
|
Dari tabel di atas terlihat peserta
didik yang aktif persentasenya selalu naik, dari siklus I keaktifan rata-rata
naik 8,98%, sedangkan pada siklus II, rata-rata naik sebesar 11,54%. Hal ini
menunjukkan bahwa strategi pembelajaran kooperatif tipe STAD dapat meningkatkan
keaktifan peserta didik pada pelajaran matematika.
b.
Untuk mengetahui apakah strategi pembelajaran kooperatif tipe STAD dapat
meningkatkan prestasi belajar peserta didik pada pelajaran matematika,
dilakukan perbandingan hasil test akhir siklus I dan II.
Tabel
10. Perbandingan Nilai Test Akhir Siklus I dan II
Test
Akhir Siklus
|
∑
Peserta Didik
|
∑
Nilai
|
Rata-rata
|
I
|
39
|
2929
|
75,10
|
II
|
39
|
3147
|
80,69
|
Dari tabel di atas terlihat bahwa
hasil test akhir siklus I ke test akhir siklus II ada peningkatan rata-rata
sebesar 5,59 (dalam puluhan) atau 0,56 (dalam satuan). Hal ini menunjukkan
bahwa strategi pembelajaran kooperatif tipe STAD dapat meningkatkan hasil
belajar peserta didik pada pelajaran matematika.
DIAGRAM HASIL PENELITIAN
Dari diagram hasil penelitian terlihat
bahwa keaktifan siswa mengalami kenaikan, banyak siswa yang memenuhi Standar
Ketuntasan Minimum (SKM) mengalami kenaikan dan nilai rata-rata hasil
belajarnya mengalami kenaikan. Hal ini menunjukkan bahwa strategi pembelajaran
kooperatif tipe STAD dapat meningkatkan keaktifan dan hasil belajar peserta
didik pada mata pelajaran matematika.
KESIMPULAN
DAN SARAN
A.
Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan
dapat diperoleh kesimpulan bahwa melalui penerapan strategi pembelajaran
kooperatif tipe STAD ( Student Team Achievement Division) dapat
meningkatkan aktifitas dan prestasi belajar matematika pada kompetensi
Trigonometri di kelas X-3 SMA Negeri 42 Jakarta. Penerapan strategi
pembelajaran kooperatif tipe STAD dapat memberikan hasil yaitu:
1.
Hasil
belajar peserta didik meningkat secara signifikan, dilihat dari rata-rata kelas
yang selalu meningkat yaitu dari test awal rara-rata kelasnya 68,33, pada hasil
test akhir siklus I menjadi 75,10 berarti ada peningkatan sebesar 0,67 (dalam
satuan) atau 6,7 (dalam puluhan). Pada akhir siklus II rata-ratanya menjadi
80,69 meningkat sebesar 12,36 (dalam puluhan) atau 1,24 (dalam satuan).
2.
Aktifitas
peserta didik meningkat secara signifikan yaitu rata-rata naik 5,98% pada siklus I dan 7,69% pada siklus
II.
B.
Saran
Dalam penerapan strategi pembelajaran
kooperatif tipe STAD sebagai upaya untuk
meningkatkan keaktifan dan prestasi belajar peserta didik pada pelajaran
matematika, maka beberapa saran dari peneliti adalah:
1.
Karena
pembelajaran dengan strategi pembelajaran kooperatif tipe STAD dapat meningkatkan keaktifan dan prestasi belajar
peserta didik maka dihimbau agar metode ini dipakai pada kegiatan belajar
mengajar.
2.
Peneliti
mengajak para guru untuk menulis PTK (Penelitian Tindakan Kelas) dalam rangka
meningkatkan profesionalisme guru.
3.
Sekolah
hendaknya memberikan motivasi kepada guru dengan memberikan sarana sehingga
proses pembelajaran dapat berjalan dengan lancar.
DAFTAR
PUSTAKA
Arikunto, Suharsimi & Suhardjono & Supardi,
(2006), Penelitian Tindakan Kelas, Jakarta: Bumi Aksara.
http://www pembelajaran
model STAD, Rabu, 28 September 2011.
Lampiran
Per Men-Dik Nas, No. 19, 2005.
Nini
Ibrahim, 2010, Model-model Pembelajaran Inovative.
Polla, G, 2000, Upaya Menciptakan Pengajaran
Matematika yang Menyenangkan, Jakarta: UNJ.
Slameto, 2003, Belajar dan Faktor-faktor yang
Mempengaruhinya, Jakarta: PT Rineka Cipta.
Suharjono Supardi, 2011, Strategi Menyusun Penelitian
Tindakan Kelas, Yogyakarta: Andi Offsed.
Supardi, 2011, Publikasi Ilmiah non Penelitian,
cetakan kedua, Yogyakarta: Andi Offsed.
Trianto, 2007, Model-model pembelajaran Inovatif
Berorientasi Konstruktivistik, Jakart : Prestasi Pustaka Publisher.
Penulis :
Dra. Henny Lestari – Guru SMA Negeri 42 Jakarta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar